Mengapa Anak Hasil Zina Tidak Berhak Mendapat Warisan: Norma Agama vs. Putusan MK

Huda Nuri

Mengapa Anak Hasil Zina Tidak Berhak Mendapat Warisan: Norma Agama vs. Putusan MK
Mengapa Anak Hasil Zina Tidak Berhak Mendapat Warisan: Norma Agama vs. Putusan MK

Mengapa Anak Hasil Zina Tidak Berhak Mendapat Warisan?

Pengertian Waris Menurut Hukum Islam

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, hukum waris sangat penting untuk diperhatikan. Waris adalah harta atau kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang setelah meninggal dunia dan harus dibagikan kepada ahli waris menurut ketentuan hukum. Berdasarkan hukum Islam, waris dibagi menjadi dua jenis yaitu waris wajib dan waris tidak wajib. Waris wajib adalah orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan, seperti anak, suami/istri, ayah, ibu, dan kakek/nenek. Sedangkan waris tidak wajib adalah kerabat yang tidak diperbolehkan menerima bagian warisan jika masih ada ahli waris wajib yang masih hidup.

Norma Agama dan Kebijakan Negara

Menurut norma agama, anak luar perkawinan termasuk anak hasil zina tidak berhak atas harta waris, sebab secara normatif anak tersebut tidak memiliki nasab yang diakui secara de jure. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 829 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa anak hasil hubungan di luar perkawinan tidak memiliki hubungan darah dengan ayah biologisnya dan tidak mempunyai hak untuk mewarisi harta ayahnya. Selain itu, Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menyebutkan bahwa harta peninggalan seorang ayah yang tidak diketahui anaknya atau anaknya yang belum sah, akan menjadi milik Negara.

Namun, pada 2011 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan bahwa anak luar perkawinan termasuk anak hasil zina mendapatkan hak waris karena dianggap memiliki nasab terhadap ayah biologisnya. Putusan MK ini juga mengatur bahwa pasal 830 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa harta peninggalan seorang ayah yang tidak diketahui anaknya atau anaknya yang belum sah menjadi milik Negara, dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang melindungi hak-hak anak tanpa harus melihat status lahirnya.

BACA JUGA:   Zina Al-Laman, Muhsan, dan Gairu Muhsan: Jenis-jenis Zina yang Harus Diketahui

Perbedaan Pemahaman antara Norma Agama dan Kebijakan Negara

Meskipun Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan bahwa anak luar perkawinan termasuk anak hasil zina berhak atas harta warisan, pemahaman mengenai hal ini masih berbeda antara norma agama dan kebijakan negara. Sementara norma agama tidak memberikan hak waris bagi anak hasil zina, kebijakan negara memberikan hak waris bagi anak hasil zina. Oleh karena itu, terdapat perbedaan pandangan antara norma agama dan kebijakan negara mengenai hak waris bagi anak hasil zina.

Kewajiban Membersihkan Harta Warisan

Bagi ahli waris lain yang sah, kewajiban untuk membersihkan harta warisan sangat penting. Dalam hukum Islam, membersihkan harta warisan artinya mengeluarkan sebagian harta warisan yang diterima oleh ahli waris sah untuk diberikan kepada ahli waris yang tidak menerima bagian. Membersihkan harta warisan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perpecahan dan konflik antara keluarga serta untuk memperoleh pahala yang lebih baik di sisi agama.

Kesimpulan

Dalam pandangan norma agama, anak hasil zina tidak berhak mendapatkan warisan karena tidak memiliki nasab yang diakui secara de jure. Namun, dalam kebijakan negara, anak hasil zina berhak mendapatkan warisan karena dianggap memiliki nasab terhadap ayah biologisnya. Terdapat perbedaan pemahaman mengenai hak waris bagi anak hasil zina antara norma agama dan kebijakan negara. Namun, bagi ahli waris sah kewajiban membersihkan harta warisan menjadi penting untuk melakukan pembagian warisan yang adil serta menghindari konflik antar keluarga.

Namun demikian, dihimbau agar dalam mengurus harta warisan hendaknya dilakukan dengan penuh kebijakan, kesopanan dan kejujuran dalam mengikuti aturan yang sudah ada serta norma-norma agama yang mengatur.*

Also Read

Bagikan:

Tags