Riba, dalam konteks agama Islam, merujuk pada pengambilan keuntungan (bunga) yang berlebihan dan tidak adil atas pinjaman uang atau barang. Praktik ini telah dikutuk secara tegas dalam ajaran agama Islam dan dianggap sebagai tindakan haram. Namun, dampak negatif riba meluas jauh melampaui aspek keagamaan, merambat ke dalam sendi-sendi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat secara luas. Artikel ini akan membahas dampak buruk riba terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat dengan mengkaji berbagai perspektif dan sumber.
1. Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi
Salah satu dampak paling signifikan dari riba adalah peningkatan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Sistem riba cenderung memperkaya pihak pemberi pinjaman (kreditur) sementara pihak peminjam (debitur) terperangkap dalam lingkaran hutang yang sulit dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh bunga yang terus menumpuk, sehingga jumlah yang harus dibayarkan semakin membesar dan melebihi kemampuan debitur untuk membayar. Studi-studi empiris di berbagai negara menunjukkan korelasi antara tingginya tingkat bunga dan meningkatnya angka kemiskinan. Misalnya, penelitian oleh [masukkan sumber penelitian tentang korelasi antara bunga tinggi dan kemiskinan, misalnya dari World Bank atau IMF] menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat bunga tinggi cenderung memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi pula. Ini karena masyarakat miskin lebih rentan terhadap jebakan hutang berbunga tinggi, yang menghambat kemajuan ekonomi mereka. Mereka terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka untuk membayar bunga, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam pendidikan, kesehatan, dan usaha kecil. Akibatnya, kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar. Riba juga menghambat pertumbuhan ekonomi inklusif, karena hanya segelintir orang kaya yang mampu memanfaatkan sistem keuangan berbasis riba untuk memperkaya diri, sementara mayoritas masyarakat terpinggirkan.
2. Kerusakan Sistem Ekonomi Mikro dan Kecil
Riba memiliki dampak yang sangat merusak terhadap sektor ekonomi mikro dan kecil (UMKM). UMKM merupakan tulang punggung perekonomian banyak negara, memberikan lapangan kerja dan kontribusi signifikan terhadap PDB. Namun, akses terhadap modal yang terjangkau dan adil sangat krusial bagi keberlangsungan UMKM. Sistem riba, dengan bunga yang tinggi dan syarat-syarat pinjaman yang kompleks, seringkali membuat UMKM kesulitan untuk mendapatkan pinjaman. Bahkan jika mereka berhasil mendapatkan pinjaman, beban bunga yang tinggi dapat membebani operasional dan akhirnya menyebabkan kebangkrutan. Ini bukan hanya kerugian bagi pemilik UMKM, tetapi juga berdampak negatif terhadap lapangan kerja dan perekonomian secara keseluruhan. Ketidakmampuan UMKM untuk berkembang akibat beban riba berkontribusi pada pengangguran dan kemiskinan. Alternatif pembiayaan yang berbasis syariah, seperti pembiayaan murabahah atau mudharabah, menawarkan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi UMKM, karena didasarkan pada prinsip bagi hasil dan menghindari eksploitasi.
3. Korupsi dan Kolusi
Praktik riba seringkali beriringan dengan korupsi dan kolusi. Sistem peminjaman yang tidak transparan dan rentan terhadap manipulasi dapat menciptakan peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk memperkaya diri secara tidak adil. Contohnya, pemberian kredit dengan syarat yang tidak wajar atau manipulasi dalam proses penentuan bunga dapat mengakibatkan kerugian besar bagi debitur. Selain itu, keterlibatan pejabat pemerintah atau lembaga keuangan dalam praktik riba dapat memperburuk situasi dan menghambat upaya penegakan hukum. Kurangnya pengawasan dan transparansi dalam sistem keuangan membuka celah bagi praktik-praktik koruptif yang merugikan masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan reformasi sistem keuangan yang transparan, akuntabel, dan adil, serta penegakan hukum yang tegas terhadap praktik-praktik korupsi yang terkait dengan riba.
4. Instabilitas Keuangan dan Krisis Ekonomi
Sistem keuangan yang didasarkan pada riba rentan terhadap ketidakstabilan dan krisis ekonomi. Siklus boom dan bust yang terjadi dalam ekonomi berbasis riba dapat menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Ketika suku bunga naik secara drastis, banyak debitur kesulitan membayar hutang mereka, yang dapat memicu krisis keuangan. Krisis keuangan tersebut dapat berdampak luas, menyebabkan penurunan ekonomi, pengangguran massal, dan ketidakstabilan sosial. Sistem ekonomi syariah, yang menghindari riba, menawarkan pendekatan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Prinsip bagi hasil dan kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan membantu mengurangi risiko krisis ekonomi.
5. Kerusakan Moral dan Sosial
Dampak riba tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga meluas ke aspek moral dan sosial. Praktik riba dapat merusak hubungan antar manusia, menciptakan ketidakpercayaan dan permusuhan antara pemberi pinjaman dan peminjam. Ketamakan dan eksploitasi yang terkait dengan riba dapat mengikis nilai-nilai moral dan sosial masyarakat. Sistem riba dapat menciptakan budaya individualisme dan persaingan yang tidak sehat, di mana setiap individu mengejar keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain. Hal ini dapat menyebabkan disintegrasi sosial dan melemahnya ikatan komunitas. Sebaliknya, sistem ekonomi syariah menekankan pentingnya keadilan, kerjasama, dan keseimbangan dalam kehidupan sosial ekonomi.
6. Penghambatan Investasi Produktif
Riba juga menghambat investasi produktif dalam perekonomian. Alih-alih mendorong investasi dalam usaha yang menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat, riba cenderung mendorong spekulasi dan investasi semata-mata untuk mencari keuntungan finansial jangka pendek. Hal ini dapat menyebabkan malinvestasi, di mana sumber daya dialokasikan untuk kegiatan yang tidak produktif, sementara sektor-sektor yang membutuhkan investasi untuk pertumbuhan ekonomi terabaikan. Sistem ekonomi syariah, dengan prinsip-prinsipnya yang menekankan pada investasi produktif dan pembagian keuntungan, mendorong alokasi sumber daya yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Dengan memahami dampak buruk riba terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, kita dapat berupaya untuk membangun sistem keuangan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. Peran pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan lingkungan ekonomi yang mendukung pertumbuhan inklusif dan kesejahteraan bersama.