Haramnya Riba: Perlawanan Allah dan Rasul-Nya terhadap Sistem Ekonomi yang Menindas

Huda Nuri

Haramnya Riba: Perlawanan Allah dan Rasul-Nya terhadap Sistem Ekonomi yang Menindas
Haramnya Riba: Perlawanan Allah dan Rasul-Nya terhadap Sistem Ekonomi yang Menindas

Riba, dalam pandangan Islam, merupakan praktik ekonomi yang diharamkan secara tegas. Larangan ini bukan sekadar anjuran etis, melainkan merupakan hukum yang ditegakkan Allah SWT dan dijelaskan secara rinci oleh Nabi Muhammad SAW. Perlawanan Allah dan Rasul-Nya terhadap riba bukan tanpa alasan; riba dipandang sebagai sistem yang menindas, merusak perekonomian, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial yang diajarkan Islam. Pemahaman mendalam terhadap larangan riba membutuhkan penelaahan yang komprehensif terhadap berbagai aspeknya, mulai dari definisi, jenis, hingga dampak negatifnya.

1. Definisi dan Jenis-jenis Riba dalam Perspektif Islam

Definisi riba dalam Islam berbeda dengan pemahaman umum tentang bunga dalam sistem ekonomi konvensional. Secara bahasa, riba berarti "ziyadah" atau penambahan. Dalam konteks ekonomi Islam, riba didefinisikan sebagai tambahan pembayaran yang diperoleh secara tidak adil dari suatu transaksi pinjam-meminjam atau jual beli yang mengandung unsur ketidaksetaraan. Hal ini berbeda dengan keuntungan yang diperoleh dari usaha atau perdagangan yang sah dan adil.

Al-Quran dan Hadits menjabarkan berbagai jenis riba, yang secara umum dapat dikategorikan menjadi dua:

  • Riba al-Nasiah (riba jual beli): Ini terjadi ketika terjadi penambahan harga pada suatu barang yang ditukar dengan barang sejenis, tanpa adanya penambahan nilai atau kualitas yang substansial. Misalnya, menukar 1 kg beras dengan 1,1 kg beras di kemudian hari. Jenis ini seringkali terjadi dalam transaksi yang melibatkan penundaan pembayaran (nasi’ah).

  • Riba al-Fadl (riba kelebihan): Jenis ini merujuk pada penambahan nilai yang tidak adil dalam transaksi tukar menukar barang sejenis yang berbeda kualitas atau kuantitas. Contohnya, menukar 1 kg emas murni dengan 1,1 kg emas yang kualitasnya lebih rendah. Dalam kasus ini, meskipun terdapat perbedaan kualitas, penambahan nilai yang diberikan masih dianggap riba jika tidak proporsional dengan perbedaan kualitas tersebut.

BACA JUGA:   Empat Pembagian Riba dalam Perspektif Hukum Islam: Kajian Komprehensif

Selain kedua jenis utama di atas, terdapat pula riba dalam transaksi pinjam meminjam uang (riba al-duyun) yang merupakan jenis riba yang paling umum dan sering ditemukan. Dalam hal ini, tambahan pembayaran atau bunga yang dikenakan atas pinjaman uang merupakan riba yang diharamkan.

2. Ayat-ayat Al-Quran yang Menjelaskan Larangan Riba

Al-Quran secara tegas mengharamkan riba dalam beberapa ayat. Di antara ayat-ayat yang paling sering dikutip adalah:

  • QS. Al-Baqarah (2): 275: Ayat ini menjelaskan tentang larangan riba secara umum dan mengancam pelakunya dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Ayat ini menekankan bahwa orang yang memakan riba tidak akan berdiri (pada hari kiamat) seperti orang yang berdiri karena kerasukan setan. Ini menunjukkan betapa besarnya dosa memakan riba.

  • QS. An-Nisa’ (4): 160: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ayat ini menegaskan bahwa orang yang bertaubat dari riba akan terbebas dari dosa, namun jika ia mengulanginya, maka termasuk golongan orang-orang yang masuk neraka.

  • QS. Ar-Rum (30): 39: Ayat ini menyebutkan bahwa harta yang diperoleh dari riba tidak akan bertambah, dan bahwa Allah SWT akan melipatgandakan pahala orang-orang yang bersedekah. Ini menunjukkan bahwa riba tidak akan mendatangkan keberkahan dan justru akan merugikan pelakunya.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan betapa seriusnya Allah SWT memandang masalah riba dan betapa besarnya ancaman bagi mereka yang tetap mempraktikkannya.

3. Hadits Nabi Muhammad SAW tentang Riba

Selain Al-Quran, Hadits Nabi Muhammad SAW juga banyak menjelaskan tentang larangan riba dan ancaman bagi pelakunya. Beberapa hadits yang relevan antara lain:

  • Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa Nabi SAW melaknat pemakan riba, yang memberikan riba, dan dua orang saksi dalam transaksi riba. Laknat ini menunjukkan betapa besarnya dosa yang dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam praktik riba.

  • Hadits yang menjelaskan bahwa riba memiliki 70 cabang dosa, yang paling ringan seperti berzina dengan ibu kandung sendiri. Hadits ini menggambarkan betapa banyak dan besarnya dampak buruk riba, sehingga perumpamaannya disamakan dengan dosa besar.

BACA JUGA:   Praktik Riba dalam Koperasi: Ancaman terhadap Prinsip Syariah dan Kesejahteraan Anggota

Hadits-hadits tersebut memperkuat larangan riba yang telah dijelaskan dalam Al-Quran dan memberikan gambaran yang lebih detail tentang dampak negatif riba bagi individu dan masyarakat.

4. Dampak Negatif Riba terhadap Perekonomian dan Masyarakat

Riba memiliki dampak negatif yang luas dan merusak perekonomian serta kesejahteraan masyarakat. Beberapa dampak tersebut meliputi:

  • Ketidakadilan: Riba menciptakan ketidakadilan karena pihak yang berhutang akan terus terlilit hutang karena bunga yang terus bertambah, sementara pihak pemberi pinjaman terus mendapatkan keuntungan tanpa melakukan usaha yang sebanding.

  • Kemiskinan: Riba memperparah kemiskinan karena individu atau kelompok yang terlilit hutang akan semakin sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan.

  • Inflasi: Riba dapat menyebabkan inflasi karena peningkatan biaya produksi dan jasa yang disebabkan oleh biaya bunga.

  • Penghambat pertumbuhan ekonomi: Riba menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan karena menciptakan siklus hutang yang terus menerus dan mengurangi investasi produktif.

  • Kerusakan moral: Riba dapat merusak moral masyarakat karena mendorong perilaku serakah, eksploitatif, dan ketidakjujuran.

5. Alternatif Sistem Ekonomi Syariah sebagai Solusi

Islam menawarkan alternatif sistem ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, dan menghindari riba. Sistem ekonomi syariah menawarkan berbagai instrumen keuangan yang halal dan menghindari riba, seperti:

  • Mudarabah: Kerjasama usaha antara pemodal (shahib al-mal) dan pengelola (mudarib). Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sementara kerugian ditanggung oleh pemodal dan pengelola sesuai dengan proporsi modal masing-masing.

  • Musharakah: Kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih dengan modal dan usaha bersama. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan.

  • Murabahah: Jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati. Transaksi ini transparan dan menghindari unsur riba.

  • Ijarah: Sewa atau penyewaan aset.

Sistem ekonomi syariah bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial, sehingga menghindari eksploitasi dan ketidakadilan yang sering terjadi dalam sistem ekonomi konvensional yang berbasis riba.

BACA JUGA:   Riba Al Fadl dalam Perspektif IslamQA dan Sumber-Sumber Keislaman Lainnya

6. Implementasi Larangan Riba di Era Modern

Mengimplementasikan larangan riba di era modern memerlukan komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Penegakan hukum: Pemerintah perlu menegakkan hukum yang melarang praktik riba dan memberikan sanksi bagi pelakunya.

  • Pengembangan lembaga keuangan syariah: Pengembangan lembaga keuangan syariah yang terpercaya dan efisien sangat penting untuk memberikan alternatif bagi masyarakat yang ingin menghindari riba.

  • Pendidikan dan sosialisasi: Pendidikan dan sosialisasi tentang larangan riba dan alternatif sistem ekonomi syariah perlu dilakukan secara intensif kepada masyarakat agar mereka memahami manfaat dan pentingnya menghindari riba.

  • Riset dan inovasi: Riset dan inovasi dalam pengembangan produk dan jasa keuangan syariah terus dibutuhkan agar sistem ekonomi syariah dapat semakin berkembang dan memenuhi kebutuhan masyarakat modern.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan larangan riba dapat diimplementasikan secara efektif dan berkontribusi pada terciptanya perekonomian yang adil, berkelanjutan, dan sejahtera bagi seluruh lapisan masyarakat.

Also Read

Bagikan: