Dalam Islam, riba merupakan salah satu hal yang paling tegas diharamkan. Larangan ini tercantum secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadis, serta diperkuat oleh ijma’ (kesepakatan) ulama sepanjang sejarah Islam. Namun, pemahaman tentang apa yang termasuk riba dan bagaimana penerapan larangannya seringkali kompleks dan menimbulkan perdebatan, terutama di era modern dengan sistem keuangan yang rumit. Artikel ini akan mengkaji secara detail hukum riba dalam Islam, merujuk pada berbagai sumber dan pandangan ulama untuk memberikan gambaran yang komprehensif.
1. Dalil-Dalil Al-Qur’an yang Menyatakan Haramnya Riba
Al-Qur’an secara tegas melarang riba dalam beberapa ayat. Ayat-ayat ini menjadi landasan utama dalam penetapan hukum haramnya riba. Beberapa ayat kunci yang sering dikutip antara lain:
-
QS. Al-Baqarah (2): 275: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dibayar) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." Ayat ini secara eksplisit memerintahkan untuk meninggalkan riba dan mengancam bagi yang tidak taat. Kata "riba" di sini dikaitkan dengan sisa pembayaran yang mengandung unsur tambahan di luar pokok pinjaman.
-
QS. Al-Baqarah (2): 278: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan demikian, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." Ayat ini mengulang kembali larangan riba dengan penegasan yang sama kuatnya.
-
QS. An-Nisa’ (4): 160-161: Ayat ini menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang makan riba dan menggambarkan betapa besar dosa tersebut. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah SWT akan memiskinkan orang yang memakan riba dan menghancurkan harta kekayaannya. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya Allah SWT memandang riba.
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa larangan riba dalam Islam bukanlah sekadar anjuran, melainkan merupakan perintah yang tegas dan disertai ancaman bagi pelanggarnya. Pemahaman yang benar terhadap ayat-ayat ini menjadi kunci dalam memahami hukum riba.
2. Hadis-Hadis Nabi Muhammad SAW yang Memperkuat Larangan Riba
Selain Al-Qur’an, Hadis Nabi Muhammad SAW juga banyak menyinggung tentang riba dan memperkuat larangannya. Beberapa hadis yang relevan antara lain:
-
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda: "Riba itu terdiri dari tujuh puluh jenis, yang paling ringan seperti berzina dengan ibu kandung sendiri." Hadis ini menggambarkan betapa besarnya dosa riba dalam pandangan Islam.
-
Hadis yang menyebutkan bahwa seseorang yang memakan riba akan dilaknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Hal ini menunjukkan betapa besarnya dosa dan murka Allah SWT terhadap pelaku riba.
-
Hadis-hadis lain yang menjelaskan berbagai bentuk riba dan memperingatkan bahaya dan dosa yang ditimbulkannya.
Hadis-hadis ini memperkuat ayat-ayat Al-Qur’an dan menunjukkan betapa seriusnya larangan riba dalam Islam. Hadis-hadis ini juga menjelaskan berbagai macam bentuk riba dan konsekuensi yang akan dihadapi oleh pelakunya.
3. Definisi Riba dan Jenis-Jenisnya
Riba secara bahasa berarti "ziadah" (tambahan). Dalam konteks syariat Islam, riba didefinisikan sebagai tambahan atau keuntungan yang diperoleh dari suatu transaksi pinjam-meminjam yang tidak didasarkan pada nilai riil barang atau jasa yang dipertukarkan. Riba terbagi menjadi dua jenis utama:
-
Riba al-Fadl: Riba yang terjadi dalam transaksi tukar-menukar barang sejenis dengan jumlah yang berbeda. Misalnya, menukar 1 kg emas dengan 1,1 kg emas. Perbedaan jumlah ini merupakan riba.
-
Riba al-Nasiah: Riba yang terjadi dalam transaksi pinjam-meminjam dengan tambahan tertentu yang dibebankan kepada peminjam. Ini merupakan jenis riba yang paling sering terjadi dalam praktik ekonomi modern, misalnya bunga bank.
Selain kedua jenis utama tersebut, terdapat berbagai bentuk riba lainnya yang tergolong dalam riba al-Nasiah, seperti bunga kredit, biaya administrasi yang berlebihan dalam transaksi pinjaman, dan berbagai bentuk praktik keuangan yang mengandung unsur eksploitasi dan ketidakadilan.
4. Pandangan Ulama Mengenai Hukum Riba
Para ulama secara ijma’ (sepakat) mengharamkan riba. Tidak ada perbedaan pendapat yang signifikan di kalangan ulama mengenai keharaman riba. Perbedaan pendapat mungkin muncul dalam hal bagaimana mengidentifikasi dan menerapkan larangan riba dalam konteks transaksi modern yang kompleks, namun kesepakatan atas keharamannya tetap kokoh. Semua mazhab dalam Islam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) sepakat bahwa riba adalah haram.
5. Riba dalam Sistem Keuangan Modern: Tantangan dan Solusi
Penerapan hukum riba dalam sistem keuangan modern merupakan tantangan besar. Sistem perbankan konvensional yang berbasis bunga (riba) sangat dominan di dunia, sehingga banyak muslim yang dihadapkan pada dilema dalam bertransaksi keuangan. Untuk mengatasi hal ini, berkembanglah sistem keuangan syariah yang menawarkan alternatif transaksi keuangan yang bebas dari riba. Sistem ini didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, seperti bagi hasil (profit sharing), jual beli (murabahah), sewa (ijarah), dan pembiayaan (musyarakah).
Namun, tetap diperlukan kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam terhadap prinsip-prinsip syariah agar terhindar dari transaksi yang mengandung unsur riba. Penggunaan produk keuangan syariah yang sesuai dengan standar syariah yang diakui menjadi penting untuk memastikan kehalalan transaksi.
6. Konsekuensi Mengkonsumsi Riba
Mengkonsumsi riba memiliki konsekuensi yang sangat serius, baik di dunia maupun di akhirat. Secara duniawi, riba dapat menghancurkan perekonomian individu dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena riba mendorong konsumtifisme, ketidakadilan, dan kesenjangan ekonomi. Secara ukhrawi, riba termasuk dosa besar yang dapat menyebabkan murka Allah SWT. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa hadits menyebutkan ancaman neraka bagi para pelaku riba.
Oleh karena itu, menghindari riba merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk menjaga ketakwaan kepada Allah SWT dan membangun perekonomian yang adil dan berkelanjutan. Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi syariah menjadi kunci dalam menghindari riba dan membangun kehidupan yang berkah.