Riba, atau bunga dalam terminologi modern, merupakan praktik yang dilarang tegas dalam Islam. Larangan ini tertuang dalam beberapa ayat Al-Quran yang tersebar di berbagai surah. Menghitung jumlah pasti ayat yang secara eksplisit membahas riba adalah hal yang kompleks karena beberapa ayat membahas aspek-aspek terkait riba, seperti transaksi jual beli yang mengandung unsur riba, atau bahkan konsekuensi dari praktik tersebut. Namun, dengan menganalisis berbagai tafsir dan pemahaman ulama, kita dapat mengidentifikasi beberapa ayat kunci yang secara langsung atau tidak langsung membahas larangan riba. Artikel ini akan mengkaji beberapa ayat tersebut secara detail, disertai dengan pemahaman kontekstualnya.
1. Surah Al-Baqarah Ayat 275-278: Inti Larangan Riba
Surah Al-Baqarah ayat 275-278 merupakan ayat-ayat yang paling sering dikutip dalam pembahasan tentang riba. Ayat ini secara tegas melarang praktik riba dan menjelaskan konsekuensinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu benar-orang yang beriman. (275) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (276) “Jika (orang yang berhutang) tidak mampu membayar, maka berilah tangguh sampai dia mampu membayar. Tetapi jika kamu bersedekah (dengan cara membebaskan sebagian atau seluruh hutangnya), maka itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (277) Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu kepada-Nya akan dikumpulkan.” (278) (QS. Al-Baqarah: 275-278)
Ayat ini memberikan perintah tegas untuk meninggalkan sisa riba dan mengancam orang yang tetap melakukannya dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Ini menunjukkan betapa seriusnya larangan riba dalam Islam. Ayat ini juga menyinggung solusi alternatif bagi orang yang kesulitan membayar hutang, yaitu memberikan keringanan atau sedekah. Keempat ayat ini merupakan satu kesatuan yang menjelaskan larangan riba, konsekuensi, dan solusi alternatifnya.
2. Surah Al-Imran Ayat 130: Riba Sebagai Perbuatan Syirik
Surah Al-Imran ayat 130 secara tidak langsung mengaitkan praktik riba dengan syirik:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Imran: 130)
Meskipun ayat ini tidak secara eksplisit menjelaskan definisi riba, ia menekankan larangan memakan riba yang berlipat ganda dan menghubungkannya dengan ketakwaan kepada Allah. Mengonsumsi riba dianggap sebagai perbuatan yang merugikan dan menjauhkan diri dari keberuntungan. Beberapa ulama menafsirkan larangan ini sebagai bagian dari upaya untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang mengarah pada kesyirikan, karena riba dianggap sebagai bentuk penyembahan selain Allah.
3. Surah An-Nisa Ayat 161: Peringatan Keras Terhadap Riba
Surah An-Nisa ayat 161 juga memberikan peringatan keras terhadap praktik riba:
“Dan karena mereka memakan riba, padahal mereka telah dilarang, dan karena mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah, maka Kami timpakan kepada mereka azab yang sangat dahsyat.” (QS. An-Nisa’: 161)
Ayat ini menjelaskan konsekuensi dari memakan riba, yaitu siksa yang sangat dahsyat. Hal ini menegaskan bahaya dan kekejian praktik riba dalam pandangan Islam. Ayat ini menghubungkan praktik riba dengan perbuatan lain yang tercela, yaitu menghalangi manusia dari jalan Allah. Kombinasi ini menunjukkan dampak luas dan merugikan dari praktik riba.
4. Surah Ar-Rum Ayat 39: Keharaman Riba dan Penekanan Keadilan
Surah Ar-Rum ayat 39 secara implisit membahas riba dalam konteks keadilan:
“Dan apa saja harta yang kamu berikan untuk mencari tambahan atasnya dengan cara riba, niscaya tidak akan bertambah pada sisi Allah, dan apa saja harta yang kamu berikan sebagai sedekah, maka itulah yang akan melipatgandakan pahalanya.” (QS. Ar-Rum: 39)
Ayat ini menjelaskan bahwa harta yang diperoleh melalui riba tidak akan bertambah di sisi Allah. Sebaliknya, sedekah akan dilipatgandakan pahalanya. Ayat ini menekankan prinsip keadilan dan mendorong tindakan yang lebih bermanfaat dan berkah dibandingkan dengan mencari keuntungan melalui riba.
5. Surah Al-Hajj Ayat 5: Larangan Riba dan Perintah Memerangi Kezaliman
Surah Al-Hajj ayat 5 menghubungkan riba dengan ketidakadilan dan menyeru untuk memerangi kejahatan tersebut:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang-orang yang beriman. Dan jika kamu tidak berbuat demikian, maka ketahuilah bahwa kamu mendapat perang dari Allah dan Rasul-Nya." (QS Al-Hajj : 5)
Ayat ini memiliki kemiripan dengan ayat Al-Baqarah 275-278. Perbedaan terletak pada kekhususan ayat Al-Hajj: secara spesifik berfokus pada meninggalkan sisa riba yang belum dipungut, sekaligus menekankan konsekwensi yang akan diterima jika larangan ini dilanggar.
6. Ayat-ayat yang Membahas Transaksi yang Mengandung Unsur Riba
Selain ayat-ayat di atas, beberapa ayat Al-Quran membahas jenis transaksi yang mengandung unsur riba. Ayat-ayat ini tidak secara eksplisit menggunakan kata "riba", namun menjelaskan prinsip-prinsip transaksi yang adil dan menghindari praktik-praktik yang mengandung unsur penindasan dan ketidakadilan. Analisa terhadap ayat-ayat ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang konteks historis dan hukum Islam. Para ulama telah membahas berbagai jenis transaksi yang dianggap mengandung unsur riba, seperti jual beli dengan penambahan harga yang tidak wajar atau transaksi hutang piutang dengan bunga. Kajian terhadap ayat-ayat tersebut memerlukan analisis yang lebih detail dan terstruktur dari perspektif fiqih Islam.
Kesimpulannya, meskipun tidak ada angka pasti tentang jumlah ayat yang secara eksplisit menyebutkan kata "riba," beberapa ayat Al-Quran secara tegas melarang praktik riba dalam berbagai konteks dan memberikan peringatan keras atas konsekuensinya. Pemahaman yang komprehensif terhadap larangan riba membutuhkan kajian mendalam terhadap berbagai ayat, tafsir, dan pendapat ulama. Tujuan utama larangan riba adalah untuk menciptakan keadilan sosial, mencegah penindasan, dan mendorong perilaku ekonomi yang etis dan berkelanjutan.