Membedah Mitos: Kenapa Bunga Bank Bukan Riba? Pembuktian Sejarah dan Fakta yang Jarang Diketahui

Huda Nuri

Membedah Mitos: Kenapa Bunga Bank Bukan Riba? Pembuktian Sejarah dan Fakta yang Jarang Diketahui
Membedah Mitos: Kenapa Bunga Bank Bukan Riba? Pembuktian Sejarah dan Fakta yang Jarang Diketahui

Mengapa Bunga Bank Bukan Riba?

Banyak di antara kita yang masih bertanya-tanya tentang bunga bank, apakah termasuk riba atau tidak. Dalam konteks hukum Islam, riba merupakan tindakan yang sangat dilarang, dan dianggap sebagai dosa besar. Namun, dalam konteks perbankan modern, terlepas dari apakah riba dianggap halal atau haram, bunga bank merupakan sebuah konsep yang sangat penting dan dibutuhkan. Namun, mengapa bunga bank bukan riba? Mari kita bahas lebih lanjut.

Sejarah Bunga Bank

Sejarah bunga bank sendiri bermula pada masa kejayaan Kekhalifahan Islam. Saat itu, bentuk perbankan modern seperti yang kita kenal sekarang ini belum ada. Namun, masyarakat pada waktu itu sudah mengenal sistem pengumpulan uang dari masyarakat dengan membayar bunga kepada mereka. Hal ini dikarenakan masyarakat kala itu masih merasa tidak aman untuk menyimpan uang di rumah dan juga karena tidak praktis untuk membawa uang ke mana-mana.

Pada saat sistem bank modern mulai diperkenalkan, sistem bunga juga turut diadopsi. Namun, ada perbedaan mendasar antara konsep bunga di perbankan modern dan bunga pada masa Kekhalifahan Islam. Bunga bank yang saat ini digunakan merupakan keuntungan yang diperoleh oleh bank dari nasabah yang meminjamkan uang, atau nasabah yang menyimpan uang di dalam bank. Sedangkan pada masa Kekhalifahan Islam, uang yang dikumpulkan dari masyarakat diperuntukkan untuk membeli barang, dan bunga yang diberikan kepada masyarakat itu sendiri bukanlah keuntungan, melainkan merupakan pembayaran atas jasa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.

Akad Pinjam Uang

Menurut hukum Islam, bunga yang diambil dari sebuah transaksi adalah haram. Oleh karena itu, para ahli perbankan Islam menciptakan sebuah konsep yang disebut “Akad Pinjam Uang” untuk menggantikan konsep bunga yang umum digunakan di perbankan konvensional. Akad Pinjam Uang merupakan bentuk perjanjian yang didasarkan pada prinsip kerjasama dan kesepakatan. Pihak yang meminjam uang harus mengembalikan uang tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya, tanpa ada bunga atau beban tambahan apapun.

BACA JUGA:   Cashback Shopee: Memahami Praktik Hukum Islam dan Tidak Mengandung Unsur Riba

Dalam Akad Pinjam Uang, pihak yang meminjam uang harus memastikan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk tujuan yang jelas dan halal. Namun, jika pihak yang meminjam uang tidak mampu mengembalikan uang dalam waktu yang telah disepakati, maka mereka harus membayar denda. Denda ini dipergunakan sebagai kemampuan bank untuk memulihkan nilai uang yang telah dipinjamkan.

Pemberian Bunga Bank

Dalam perbankan modern, bunga merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, bank melakukan kegiatan pemberian bunga terhadap nasabah yang melakukan setoran/penabungan tunai sebagai apresiasi atas kepercayaan dan kerjasama nasabah dalam kegiatan perbankan. Dalam hal ini, pemberian bunga dilakukan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah, dan tertera jelas dalam kontrak.

Dalam konteks Akad Pinjam Uang, pihak yang meminjam uang harus mengembalikan uang dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya, tanpa ada tambahan bunga. Oleh karena itu, pemberian bunga dari pihak bank kepada pemilik titipan tersebut tidak bisa disebut sebagai riba, karena pihak bank tidak meminta tambahan pembayaran dari pemilik titipan. Dalam konteks ini, bunga bank bukanlah riba, karena tidak ada unsur penindasan (gharar) yang terkandung di dalamnya.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa bunga bank bukanlah riba, karena diberikan atas kesepakatan bersama dan tidak adanya unsur penindasan. Konsep bunga bank ini dibutuhkan untuk bisa menjalankan fungsi bank sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang sangat penting. Namun, kita harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip akad transaksi yang berlaku dalam hukum Islam, seperti halnya dengan memastikan bahwa uang tersebut digunakan untuk kegiatan yang halal dan tidak ada unsur penindasan dalam transaksi tersebut. Semoga tulisan ini dapat memberi wawasan bagi kita semua.

Also Read

Bagikan:

Tags