Cowo Menikah Minimal Umur Berapa?
Perkawinan Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019
Dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun. Artinya, bagi pria yang ingin menikah, ia harus berusia minimal 19 tahun terlebih dahulu. Selain itu, ia juga harus menemukan pasangan hidupnya yang sudah mencapai usia minimal 19 tahun.
Aturan ini menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa pria boleh menikah minimal 19 tahun dan wanita minimal 16 tahun. Dalam UU tersebut, pernikahan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang sudah memiliki izin dari orang tua atau wali yang sah.
Namun, aturan ini mendapat banyak kritikan dari berbagai kalangan karena dianggap merugikan perempuan. Sebab, adanya kebijakan bahwa perempuan boleh menikah saat umurnya mencapai 16 tahun, membuat banyak perempuan terjerumus dalam pernikahan yang tidak diinginkan. Ironisnya, banyak di antara mereka yang harus mengubur impian dan masa depan yang lebih cerah karena terpaksa menikah di usia yang terlalu muda.
Mengapa Pria Harus Berusia Minimal 19 Tahun untuk Menikah?
Aturan tersebut dikeluarkan pemerintah sebagai upaya untuk melindungi generasi muda dari pernikahan dini. Perkawinan dini disebut sebagai salah satu masalah serius di Indonesia yang menjadi fokus utama dalam berbagai program pembangunan.
Perkawinan dini dapat menimbulkan banyak masalah, baik bagi pasangan yang menikah maupun masyarakat secara umum. Pasangan yang menikah pada usia yang terlalu muda memiliki risiko lebih tinggi terkena berbagai masalah kesehatan, baik fisik maupun mental. Selain itu, mereka juga berisiko lebih tinggi untuk mengalami pengabaian pendidikan dan kurangnya keterampilan untuk membangun sebuah keluarga yang berkualitas.
Masyarakat pun harus menanggung biaya yang tinggi mengenai masalah yang timbul akibat perkawinan dini, terutama dampak sosial dan ekonomi. Pemerintah mencoba mengatasinya dengan memberlakukan aturan ini agar generasi muda dapat terhindar dari perkawinan dini.
Conclusio
Adanya aturan yang baru ini memang mengalami kritikan dari banyak kalangan, terutama dari kalangan perempuan. Meski demikian, langkah ini dinilai penting untuk mencegah praktik perkawinan dini yang menyebabkan banyak dampak negatif bagi pasangan yang menikah dan masyarakat secara umum.
Dalam pandangan kami, pria harus memahami pentingnya aturan ini dengan melihat dampak positifnya dalam jangka panjang. Sebab, perkawinan bukan hanya masalah bagi dirinya dan pasangannya, tetapi juga masalah bagi masyarakat luas. Semoga aturan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan sosial di Indonesia.