Fatwa MUI: Bolehkah Menikahi Anak dari Adik Ayah atau Sepupu?

Dina Yonada

Fatwa MUI: Bolehkah Menikahi Anak dari Adik Ayah atau Sepupu?
Fatwa MUI: Bolehkah Menikahi Anak dari Adik Ayah atau Sepupu?

Apakah Boleh Menikah dengan Anak dari Adik Ayah?

Penjelasan tentang Fatwa MUI Terkait Perkawinan Sepupu

Apa Itu Fatwa MUI?

Fatwa MUI merupakan pandangan atau pendapat dari Majelis Ulama Indonesia mengenai suatu masalah baik agama maupun sosial yang terkait dengan perkembangan masyarakat. Fatwa tersebut dibuat untuk memberikan pedoman atau acuan kehidupan beragama dan sosial dalam masyarakat.

Dapatkah Menikahi Sepupu?

Menurut Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, menikahi sepupu secara agama diperbolehkan. Hal ini disebabkan karena saudara perempuan yang merupakan anak paman atau bibi, baik dari bapak ataupun ibu, tidak termasuk dalam kategori yang diharamkan untuk dinikahi.

Apakah Ini Berarti Ada Jenis Kelamin yang Dilarang Dalam Perkawinan Keluarga?

Jawabannya adalah “ya”. Dalam pandangan agama, terdapat beberapa jenis kelamin yang dilarang untuk dinikahi. Dalam Islam, misalnya, nikah antara keturunan yang langsung berhubungan darah seperti antara ayah dan anak, kakak dan adik kandung, maupun keponakan dan paman adalah dilarang.

Bukankah Menikahi Sepupu Tidak Bagus Secara Keturunan?

Pada dasarnya, menikahi sepupu tidak memberikan dampak buruk secara genetik. Kalaupun ada potensi kelainan genetik, hal itu dapat diminimalisir dengan melakukan pemeriksaan sebelum menikah dan terus memantau perkembangan kehamilan.

Bagaimana Dengan Hukum Negara?

Hukum negara memang mengatur mengenai perkawinan keluarga. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menerangkan bahwa perkawinan antara dua orang kembar dan paman atau bibi dengan anak kandungnya tidak sah dan tidak diakui keabsahannya. Namun, dalam hukum adat dan agama, menikah sepupu diperbolehkan.

BACA JUGA:   Cincin Nikah: Mengapa Pilihan Antara Satu atau Dua Tidak Lagi Penting?

Kesimpulan

Perkawinan sepupu secara agama diizinkan, namun terdapat jenis kelamin yang dilarang dalam perkawinan keluarga, seperti antara ayah dan anak, kakak dan adik kandung, maupun keponakan dan paman. Peraturan undang-undang mengenai perkawinan keluarga dapat berbeda dengan pandangan agama dan adat. Oleh karena itu, sebagai umat beragama di Indonesia, kita perlu memiliki kesadaran akan perbedaan tersebut dalam memahami pandangan agama dan adat yang berlaku sesuai dengan nilai budaya dalam masyarakat kita.

Also Read

Bagikan:

Tags