Hukum Nikah Turun Ranjang: Antara Kepentingan Hukum Islam dan Norma Masyarakat

Dina Yonada

Hukum Nikah Turun Ranjang: Antara Kepentingan Hukum Islam dan Norma Masyarakat
Hukum Nikah Turun Ranjang: Antara Kepentingan Hukum Islam dan Norma Masyarakat

Hukum Nikah Turun Ranjang?

Apakah kamu tahu tentang hukum nikah turun ranjang? Jika belum, artikel ini akan membantu kamu mempelajari lebih dalam tentang hal tersebut, terutama dalam perspektif hukum Islam.

Menurut hukum Islam, perkawinan turun ranjang adalah sah, asalkan dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat yang berlaku, serta memiliki akibat hukum yang sama dengan bentuk perkawinan yang dilakukan pada umumnya di masyarakat. Hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1320, yang menyatakan bahwa “Setiap perjanjian harus dibuat dengan suatu cara yang tertentu. Tidak terdapat ketentuan yang khusus mengenai cara tersebut dan borang atau formulir untuk suatu perjanjian tidak diwajibkan.”

Dalam hukum Islam, nikah turun ranjang dikenal dengan istilah nikah mut’ah atau nikah sementara. Ada beberapa perbedaan antara nikah mut’ah dan nikah biasa. Pada nikah mut’ah, durasi pernikahan akan ditentukan sejak awal, dan harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Sedangkan pada nikah biasa, pernikahan bersifat permanen dan tidak berakhir dalam waktu tertentu.

Namun, meskipun sah menurut hukum Islam, banyak negara yang tidak mengakui nikah mut’ah. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, seperti masalah moral dan sosial, serta potensi penyalahgunaan yang dapat terjadi pada pernikahan semacam ini.

Adapun syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam sebuah nikah mut’ah adalah sebagai berikut:

1. Persetujuan Kedua Belah Pihak

Seperti halnya pada pernikahan biasa, persetujuan kedua belah pihak merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Setiap pihak harus memahami persyaratan dan konsekuensi dari pernikahan yang akan dilakukan.

BACA JUGA:   Hukum Menikah bagi Perempuan: Kewajiban atau Pilihan?

2. Wali Nikah

Setiap pernikahan di dalam Islam harus melibatkan peran wali nikah, yang bertindak sebagai pengawas dan penjamin atas terjadinya pernikahan yang sah. Wali nikah ini harus memiliki keahlian dan pengetahuan untuk mempersiapkan pernikahan yang baik dan sesuai dengan syariat Islam.

3. Mahar

Mahar merupakan hak yang harus diberikan oleh suami kepada istri. Pemberian mahar ini bisa berupa uang, benda-benda berharga, atau janji untuk membantu istri di masa mendatang. Besarnya mahar dapat ditentukan oleh kedua belah pihak, sesuai dengan kondisi masing-masing.

4. Tidak Ada Penghalang Pernikahan

Seperti pada pernikahan biasa, tidak boleh ada penghalang yang mencegah atau membatalkan pernikahan. Misalnya, calon suami atau istri sudah menikah dengan orang lain, masih terlalu muda, atau tidak dapat memberikan persetujuan secara sah.

Meski hal tersebut sudah diatur dalam hukum Islam, kita harus tetap memperhatikan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi penilaian mengenai nikah turun ranjang. Hal-hal seperti moral, etika, dan norma sosial juga harus diperhatikan.

Kita tidak bisa melihat perkawinan turun ranjang secara terisolasi dari kondisi sosial dan budaya yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor ini secara bijak dan matang, agar dapat memutuskan apakah nikah mut’ah dijadikan sebagai alternatif yang sah dan dapat diterima oleh masyarakat.

Kita juga harus memperhatikan regulasi pemerintah. Sebelum memutuskan untuk melakukan pernikahan turun ranjang, kita harus memastikan bahwa negara kita mengakui jenis pernikahan ini dan memiliki aturan-aturan yang terkait dengan hal tersebut.

Dalam Islam, nikah turun ranjang dapat dijadikan sebagai alternatif bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam menikah dengan cara yang biasa. Namun, kita harus mengikuti aturan yang berlaku dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang terkait sehingga dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri, pasangan, dan masyarakat secara umum.

BACA JUGA:   Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi Menurut Hukum Islam: Siapa Saja Mereka?

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa hukum nikah turun ranjang adalah sah menurut hukum Islam asalkan dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun yang berlaku, dan memiliki akibat hukum yang sama dengan bentuk perkawinan pada umumnya. Meskipun demikian, kita harus menyesuaikan dengan kondisi sosial, moral, budaya, dan regulasi dari pemerintah yang berlaku di negara kita.

Also Read

Bagikan:

Tags