Hukum Riba dalam Islam: Kajian Komprehensif atas Haramnya Riba

Dina Yonada

Hukum Riba dalam Islam: Kajian Komprehensif atas Haramnya Riba
Hukum Riba dalam Islam: Kajian Komprehensif atas Haramnya Riba

Riba, dalam konteks Islam, merupakan salah satu hal yang paling sering diperdebatkan, terutama di era modern dengan kompleksitas transaksi keuangan yang semakin tinggi. Pemahaman yang komprehensif tentang hukum riba memerlukan pengkajian mendalam Al-Qur’an, Hadits, serta ijma’ (kesepakatan ulama) untuk memastikan kesimpulan yang akurat dan relevan dengan konteks zaman sekarang. Artikel ini akan menguraikan berbagai aspek terkait haramnya riba dalam Islam berdasarkan berbagai sumber dan perspektif.

Dalil Al-Qur’an tentang Haramnya Riba

Al-Qur’an secara tegas mengharamkan riba dalam beberapa ayat. Ayat-ayat ini menjadi dasar hukum utama yang tidak dapat dibantah dalam pandangan mayoritas ulama Islam. Berikut beberapa ayat kunci yang menunjukkan pengharaman riba:

  • QS. Al-Baqarah (2): 275: Ayat ini secara eksplisit menyatakan haramnya riba. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." Ayat ini tidak hanya melarang pengambilan riba, tetapi juga menyerukan untuk meninggalkan sisa riba yang belum dipungut dan mengancam bagi yang tidak mentaatinya.

  • QS. An-Nisa (4): 160: Ayat ini menjelaskan konsekuensi dari memakan riba, yaitu peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. "Dan karena mereka memakan riba, padahal mereka telah diperingatkan tentang hal itu, maka mereka tetap memakan riba itu, karena itu mereka mendapat kemurkaan Allah. Dan Allah membinasakan riba itu, sedang Allah menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang selalu berlaku fasik dan banyak berbuat dosa." Ayat ini menekankan keseriusan larangan riba dan konsekuensi negatif bagi pelakunya.

  • QS. Ar-Rum (30): 39: Ayat ini menjelaskan bahwa riba hanya akan menambah kekayaan bagi sebagian orang, tetapi akan merugikan orang lain. "Dan apa saja harta yang kamu berikan untuk mendapat tambahan (riba) dengan riba yang lain, itu tidak akan bertambah di sisi Allah, akan tetapi yang kamu berikan untuk sedekah, itu akan bertambah pahalanya beberapa kali lipat; dan Allah Maha Pemberi Rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah adalah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." Ayat ini menggarisbawahi ketidakadilan riba yang merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lain secara tidak adil.

BACA JUGA:   Paylater 0% Bukan Riba? Benarkah? Temukan Jawabannya di Sini!

Analisa ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa pengharaman riba dalam Islam bersifat mutlak dan tanpa pengecualian. Tidak ada ruang untuk interpretasi yang melegalkan praktik riba dalam bentuk apa pun, karena larangannya jelas dan tegas.

Hadits yang Memperkuat Haramnya Riba

Selain Al-Qur’an, sejumlah Hadits Nabi Muhammad SAW juga memperkuat haramnya riba. Hadits-hadits ini memberikan penjelasan lebih rinci tentang bentuk-bentuk riba dan dampak negatifnya bagi masyarakat:

  • Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim: Nabi SAW melaknat pemakan riba, yang memberi riba, dan dua saksi yang menyaksikannya. Laknat ini menunjukkan betapa seriusnya dosa memakan dan memberi riba dalam pandangan Islam.

  • Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Daud: Nabi SAW bersabda, "Satu dirham riba yang dimakan seseorang lebih berat dosanya daripada berzina dengan tiga puluh wanita." Hadits ini menunjukkan betapa besarnya dosa riba di mata Allah SWT.

  • Hadits yang menjelaskan berbagai jenis riba: Hadits-hadits lain menjelaskan berbagai bentuk riba, termasuk riba jual beli (riba fadhl), riba qardh (riba utang), dan riba nasi’ah (riba tempo). Hal ini menunjukkan bahwa larangan riba mencakup berbagai macam transaksi yang mengandung unsur ketidakadilan dan eksploitasi.

Ijma’ (Kesepakatan Ulama) tentang Haramnya Riba

Hampir seluruh ulama Islam sepakat (ijma’) tentang haramnya riba. Baik mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, maupun Hanbali, semuanya melarang praktik riba dalam berbagai bentuknya. Kesepakatan ini menunjukkan kekuatan hukum dan konsensus yang luas di kalangan umat Islam. Perbedaan pendapat yang mungkin ada hanya terletak pada detail teknis penerapan hukum riba dalam konteks transaksi modern, bukan pada prinsip haramnya riba itu sendiri.

Dampak Negatif Riba terhadap Perekonomian dan Masyarakat

Riba memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian dan masyarakat. Praktik riba dapat menyebabkan:

  • Ketidakadilan ekonomi: Riba menciptakan ketidakseimbangan ekonomi, di mana pihak yang berutang terus terlilit hutang dan pihak pemberi pinjaman meraup keuntungan yang tidak adil.

  • Kemiskinan: Riba dapat memperburuk kemiskinan, karena individu atau bisnis yang kesulitan membayar bunga cenderung semakin terlilit hutang.

  • Korupsi: Riba dapat memicu praktik korupsi, terutama jika pihak yang berwenang terlibat dalam sistem keuangan yang berbasis riba.

  • Ketidakstabilan ekonomi: Sistem ekonomi yang berbasis riba rentan terhadap ketidakstabilan dan krisis keuangan.

BACA JUGA:   Hukum Riba di Bank: Pelanggaran Ajaran Islam dalam Bunga Bank yang Memberatkan Peminjam

Riba dalam Konteks Transaksi Modern: Tantangan dan Solusi

Dalam konteks ekonomi modern yang kompleks, penerapan hukum riba menghadapi tantangan baru. Muncul berbagai produk dan instrumen keuangan yang mungkin mengandung unsur riba, meskipun terselubung dengan istilah dan mekanisme yang rumit. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang teliti dan mendalam untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Solusi yang ditawarkan oleh ekonomi syariah meliputi:

  • Pembiayaan berbasis bagi hasil (profit sharing): Sistem ini menghindari unsur riba dengan membagi keuntungan atau kerugian antara pemberi dana dan penerima dana. Contohnya adalah mudharabah dan musyarakah.

  • Pembiayaan jual beli (murabahah): Sistem ini didasarkan pada prinsip jual beli yang jelas dan transparan, di mana harga jual sudah termasuk keuntungan yang disepakati.

  • Pembiayaan sewa (ijarah): Sistem ini merupakan sewa aset, di mana pemberi sewa mendapatkan bayaran sewa secara berkala.

  • Pembiayaan ijarah muntahiya bit tamlik: Sistem ini merupakan sewa aset dengan opsi pembelian di masa mendatang, di mana pembayaran sewa telah memperhitungkan biaya pembelian di akhir masa sewa.

Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Mengatasi Riba

Lembaga keuangan syariah memainkan peran krusial dalam mengatasi masalah riba. Lembaga-lembaga ini menawarkan berbagai produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, sehingga masyarakat dapat mengakses layanan keuangan tanpa harus terlibat dalam praktik riba. Perkembangan lembaga keuangan syariah menjadi bukti bahwa sistem ekonomi tanpa riba adalah mungkin dan bahkan dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang lebih baik. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah menjadi kunci keberhasilan lembaga keuangan syariah. Perlu upaya terus menerus dalam meningkatkan literasi keuangan syariah agar masyarakat lebih memahami dan memanfaatkan produk-produk keuangan syariah.

Also Read

Bagikan: