Hutang Orang Tua Tanggung Jawab Siapa?
Ketika Anda menggelar acara pernikahan atau membeli rumah, mungkin Anda pernah berpikir untuk meminjam uang dari bank atau meminta bantuan kepada orang tua. Namun, apakah Anda pernah berpikir tentang konsekuensi dari utang yang dibuat, terutama jika orang tua sebagai penyedia kas banyak membantu dalam membuat utang? Apakah anak menjadi tanggung jawab atas hutang-hutang tersebut ketika orang tua tidak mampu membayarnya lagi?
Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, pada hampir setiap kasus hutang keluarga yang disebabkan oleh hal-hal di luar batas kewajaran seperti bisnis atau perjudian, anak jangan sampai menjadi korban hutang tersebut. Artinya, adakah hukum yang mengaturnya?
Dalam agama Islam, ada beberapa pandangan yang menjelaskan tentang tanggung jawab membayar hutang orang tua. Meskipun hutang tersebut diperoleh karena orang tua sedang membantu anak dalam menjalani kehidupan, tanggung jawab dalam membayar utang tetap pada si pengutang (orang tua sendiri).
Sabda Baginda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menyebutkan,
“Tidak ada yang menyerahkan (bertanggung jawab atas) orang lain daripada membenarkan. Dan (tidak ada) yang menanggung dosa orang lain daripada memperbaiki.” (HR Al-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang yang berhutang, baik kepada bank maupun orang lain, harus bertanggung jawab untuk melunasi hutang tersebut. Meskipun orang tua sebagai penyedia kas, tanggung jawab mereka sebagai pembayar hutang tetap berada pada diri mereka sendiri.
Pengertian hutang menurut Islam adalah bahwa hutang harus dilunasi dengan secepat mungkin, karena hutang mengakibatkan timbulnya riba dan masalah lain jika tidak diselesaikan secara tepat waktu. Oleh karena itu, seorang anak tidak wajib menanggung hutang orang tua dan tidak diperkenankan membayar hutang tersebut. Bahkan, bertanggung jawab atas hutang orang tua merupakan perbuatan buruk.
Meskipun tidak ada ketentuan hukum yang mengatur tentang pembayaran hutang orang tua, sebaiknya anak membantu orang tua membayar hutang tersebut sepanjang memang sudah dilakukan dengan ikhlas. Namun, jika anak tidak dapat membantu, maka ia tidak wajib membayar hutang orang tua apapun alasannya.
Kasus hutang orang tua yang dibebankan pada anak biasanya terjadi akibat kesalahan dan tanggung jawab orang tua dalam pengambilan keputusan finansial. Seiring berkembangnya zaman, orang tua harus membiasakan diri untuk menyisihkan penghasilan mereka untuk berbagai keperluan lainnya, termasuk mengumpulkan dana pensiun yang cukup. Penyelenggaraan keuangan yang sehat akan menghindarkan keluarga dari kegiatan yang membawa kemudaratan finansial, termasuk pengambilan hutang yang berlebihan.
Kesimpulannya, tanggung jawab membayar hutang berada pada diri si pengutang, dan bukan pada anak. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua dan anak sama-sama memahami pentingnya pengelolaan keuangan yang sehat dan bijaksana dalam keluarga. Dengan demikian, orang tua dan anak dapat saling membantu tanpa harus mengorbankan satu pihak yang lain.