Pernyataan bahwa riba dalam syariat Islam dinyatakan halal merupakan pemahaman yang keliru dan berbahaya. Ajaran Islam sangat ketat melarang riba dalam berbagai bentuknya. Larangan ini tertuang secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadits. Kekeliruan persepsi ini mungkin berasal dari beberapa faktor, antara lain:
-
Kurangnya pemahaman tentang definisi riba: Banyak orang mungkin salah mengartikan atau menyamakan riba dengan bunga bank konvensional secara umum. Padahal, definisi riba dalam Islam jauh lebih luas dan mencakup berbagai transaksi keuangan yang mengandung unsur penambahan nilai secara tidak adil.
-
Penggunaan istilah yang ambigu: Penggunaan istilah "bunga" atau "interest" dalam bahasa Indonesia sering kali tidak membedakan antara bunga konvensional dan sistem pembiayaan Islam yang bebas riba (syariah). Hal ini menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman.
-
Pengaruh sistem ekonomi global: Dominasi sistem ekonomi kapitalis yang berbasis riba telah mempengaruhi persepsi sebagian orang, bahkan yang beragama Islam, sehingga terbiasa menganggap bunga bank sebagai sesuatu yang normal dan wajar.
-
Interpretasi yang keliru terhadap ayat dan hadits: Beberapa kelompok atau individu mungkin mencoba menginterpretasi ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang berkaitan dengan transaksi keuangan secara keliru untuk mendukung pandangan mereka yang melegalkan riba. Namun, interpretasi seperti ini harus dikaji secara mendalam dan kritis oleh para ahli agama Islam.
Ayat-Ayat Al-Quran yang Menjelaskan Haramnya Riba
Al-Quran secara tegas dan berulang kali melarang riba. Beberapa ayat yang menjelaskan haramnya riba antara lain:
-
QS. Al-Baqarah (2): 275: Ayat ini menjelaskan tentang larangan riba secara umum dan ancaman bagi mereka yang mempraktikkannya. Ayat ini menekankan bahwa Allah SWT mengharamkan riba dan mengancam mereka yang terus melakukannya dengan peperangan (perang melawan Allah dan Rasul-Nya).
-
QS. An-Nisa (4): 160: Ayat ini menjelaskan tentang larangan memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil (riba). Ayat ini menunjukkan bahwa riba merupakan bentuk penipuan dan pengambilan harta orang lain secara tidak adil.
-
QS. Ar-Rum (30): 39: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ayat ini menunjukkan bahwa riba merupakan hal yang berlawanan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang adil dan berkelanjutan.
Hadits Nabi Muhammad SAW Mengenai Riba
Selain Al-Quran, Hadits Nabi Muhammad SAW juga memberikan penjelasan lebih lanjut tentang larangan riba dan berbagai bentuknya. Nabi SAW sangat keras menentang praktik riba dan menggambarkannya sebagai perbuatan yang sangat tercela. Beberapa hadits yang relevan antara lain:
-
Hadits yang meriwayatkan kutukan Nabi SAW terhadap pemakan riba, pencari riba, penulis riba, dan dua saksi riba. Hadits ini menunjukkan betapa seriusnya larangan riba dalam Islam.
-
Hadits yang menjelaskan bahwa riba memiliki 70 pintu dosa, dengan dosa yang paling kecil adalah seperti berzina dengan ibu kandung sendiri. Hadits ini menggambarkan betapa besarnya dosa riba di sisi Allah SWT.
-
Hadits yang menjelaskan berbagai bentuk riba, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Hal ini menunjukkan bahwa larangan riba mencakup berbagai macam transaksi keuangan yang mengandung unsur eksploitasi dan ketidakadilan.
Definisi Riba dalam Perspektif Fiqh Islam
Dalam Fiqh Islam, riba didefinisikan sebagai tambahan nilai yang tidak adil yang diperoleh dari sebuah transaksi pinjaman atau jual beli. Definisi ini mencakup berbagai bentuk, di antaranya:
-
Riba Al-Fadl: Riba yang terjadi karena kelebihan barang yang dipertukarkan. Misalnya, menukarkan satu kilogram emas dengan satu kilogram emas tetapi dengan jumlah yang berbeda, di mana satu kilogram di lebih banyak daripada yang lain.
-
Riba An-Nasi’ah: Riba yang terjadi karena perbedaan waktu pembayaran. Misalnya, meminjamkan uang dengan tambahan bunga.
-
Riba Al-Yad: Riba yang terjadi karena tukar menukar barang sejenis dengan jumlah yang berbeda.
-
Riba Al-Buyu’: Riba dalam jual beli, misalnya jual beli dengan tambahan (mark-up) yang tidak berdasarkan harga pasar yang wajar.
Sistem Keuangan Syariah sebagai Alternatif Bebas Riba
Islam menawarkan sistem keuangan syariah sebagai alternatif yang bebas dari riba. Sistem ini didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, dan menghindari eksploitasi. Beberapa instrumen keuangan syariah antara lain:
-
Mudharabah: Kerjasama usaha antara pemilik modal dan pengelola usaha, di mana keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sementara kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
-
Musyarakah: Kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak berkontribusi modal dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
-
Murabahah: Jual beli dengan harga pokok ditambah margin keuntungan yang disepakati. Transaksi ini harus transparan dan harga pokok harus diungkapkan dengan jelas.
-
Ijarah: Sewa atau penyewaan aset.
-
Salam: Perjanjian jual beli di mana pembeli membayar harga barang terlebih dahulu, dan barang akan diserahkan pada waktu yang telah disepakati.
Konsekuensi Praktik Riba dalam Perspektif Agama dan Ekonomi
Praktik riba memiliki konsekuensi yang serius, baik dari perspektif agama maupun ekonomi. Dari sisi agama, riba merupakan dosa besar yang dapat menyebabkan murka Allah SWT. Dari sisi ekonomi, riba dapat menyebabkan ketidakadilan, kesenjangan sosial, dan ketidakstabilan ekonomi. Riba dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan karena fokusnya pada keuntungan jangka pendek tanpa memperhatikan dampak sosial dan ekonomi jangka panjang. Sistem ekonomi yang berbasis riba cenderung menciptakan siklus hutang yang merugikan banyak pihak.
Kesimpulannya, pernyataan "riba dalam syariat Islam dinyatakan halal" adalah salah dan tidak didukung oleh Al-Quran, Hadits, dan pemahaman Fiqh Islam. Islam secara tegas mengharamkan riba dalam berbagai bentuknya dan menawarkan sistem keuangan syariah sebagai alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan. Penting bagi umat Islam untuk memahami secara benar ajaran Islam tentang riba dan menghindari segala bentuk transaksi yang mengandung unsur riba.