Larangan Riba dalam Al-Quran: Surah Al-Baqarah, An-Nisa, dan Rum

Dina Yonada

Larangan Riba dalam Al-Quran: Surah Al-Baqarah, An-Nisa, dan Rum
Larangan Riba dalam Al-Quran: Surah Al-Baqarah, An-Nisa, dan Rum

Larangan riba merupakan salah satu ajaran pokok dalam Islam yang ditekankan secara tegas dalam Al-Quran. Ayat-ayat yang membahas riba tersebar dalam beberapa surah, namun surah Al-Baqarah merupakan surah yang paling banyak memuat ayat-ayat terkait, disertai penjelasan yang relatif detail. Selain Al-Baqarah, surah An-Nisa dan Ar-Rum juga memuat larangan riba, meskipun dengan penekanan dan detail yang berbeda. Artikel ini akan menelusuri ayat-ayat Al-Quran yang melarang riba dari ketiga surah tersebut, menjelaskan konteks historisnya, dan dampaknya bagi individu dan masyarakat.

1. Surah Al-Baqarah: Ayat-Ayat yang Menjelaskan Riba Secara Detail

Surah Al-Baqarah, surah kedua dalam Al-Quran, mengandung beberapa ayat yang secara eksplisit membahas riba dan melarangnya dengan keras. Ayat-ayat ini memberikan penjelasan detail tentang apa yang dimaksud dengan riba, jenis-jenisnya, dan hukuman bagi pelakunya. Ayat yang paling sering dikutip adalah ayat 275-279.

**(275) يٰۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُواْ اللهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰۤا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ (276) فَإِنْ لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأَذَّنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ‌ۚ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ (277) وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلٰى مَيْسَرَةٍ‌ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (278) وَاتَّقُواْ يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلٰى اللهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ (279) يٰۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلٰى أَجَلٍ مُسَمّٰى فَاكْتُبُوْهُ‌ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ‌ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللهُ‌ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُؤَدِّ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ‌ۚ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا‌ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا أَوْ ضَعِيْفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ أَنْ يُدِيْنَ بِنَفْسِهِ فَلْيُدِيْنْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ‌ۚ وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْ‌ۚ فَإِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهُودِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدٰىهُمَا الاُخْرٰى‌ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهُودُ إِذَا مَا دُعُواْ‌ۚ وَلَا تَأْسَوْاْ أَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا أَوْ كَبِيْرًا إِلٰى أَجَلِهِ‌ۚ ذٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنٰى أَلَّا تَرْتَابُوْا إِلَّا أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تَبَايَنُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ لَّمْ تَكْتُبُوْهَا‌ۚ وَأَشْهِدُواْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ‌ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيْدٌ‌ۚ وَإِنْ تَفْعَلُواْ فَإِنَّهُ إِثْمٌ عَلَيْكُمْ‌ۚ وَاتَّقُواْ اللهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

**(Terjemahannya):
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (276) Maka jika kamu tidak berbuat demikian, maka ketahuilah bahwa akan terjadi peperangan antara kamu dengan Allah dan Rasul-Nya. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (277) Dan jika seseorang dalam kesukaran (karena hutangnya), maka berilah tangguh sampai dia mampu. Dan menyedekahkan sebagian hartamu itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (278) Dan bertakwalah kepada hari (kiamat) yang kamu semua akan dikumpulkan kepadanya di hadapan Allah. Kemudian tiap-tiap jiwa diberi balasan pekerjaan yang dikerjakannya, sedang mereka tidak dirugikan. (279) Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berjual beli secara tangguh (kredit), hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan (apa yang dituliskannya), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sesuatu dari apa yang dituliskannya. Dan jika orang yang berutang itu adalah seorang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya), atau ia sendiri tidak mampu mendiktekan (apa yang dituliskannya), maka hendaklah walinya mendiktekan dengan adil. Dan ambillah dua orang saksi dari orang-orang laki-laki di antara kamu; dan jika tidak ada dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika salah seorang dari saksi-saksi itu lupa, maka seorang yang lain dapat mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi kesaksian) apabila mereka dipanggil. Dan janganlah kamu merasa berat untuk menuliskannya, baik kecil maupun besar, sampai batas waktunya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih teguh untuk persaksian, dan lebih dekat untuk mencegah keraguan. Kecuali jual beli tunai yang kamu kerjakan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagimu jika kamu tidak menuliskannya. Dan saksikanlah apabila kamu berjual beli. Dan janganlah penulis atau saksi dirugikan. Dan jika kamu berbuat demikian, maka sesungguhnya itu adalah dosa bagimu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan Allah mengajarkan kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.}

BACA JUGA:   Memahami Berbagai Jenis Riba dan Artinya Secara Detail

Ayat-ayat ini bukan hanya melarang riba secara umum, tetapi juga memberikan panduan praktis dalam bertransaksi keuangan agar terhindar dari riba. Ayat ini menekankan pentingnya penulisan perjanjian utang piutang dan kehadiran saksi untuk menghindari kesalahpahaman dan penipuan.

2. Surah An-Nisa’: Penegasan Larangan Riba dan Peringatan Hukuman

Surah An-Nisa’ juga mengandung ayat yang melarang riba, meskipun tidak sedetail surah Al-Baqarah. Ayat 160 dalam surah ini memberikan peringatan keras terhadap praktik riba.

**(160) وَأَخْذُ الرِّبَا فَإِضَاعَةٌ لِأَمْوَالِ النَّاسِ مِنْ بَيْنِهِمْ وَمَنْ تَرَكَ الرِّبَا فَهُوَ عَفَا وَقَضِيَّتُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

**(Terjemahannya):
Dan janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Dan makan riba itu berarti menambah harta seseorang yang melanggar batas. Mereka yang meninggalkan riba adalah orang yang mendapat ampunan dan hak mereka diputuskan oleh Allah; tetapi barang siapa yang mengulanginya, maka mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.}

Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa mengambil riba sama dengan menghancurkan harta orang lain dan bagi mereka yang kembali kepada riba akan mendapatkan hukuman kekal di neraka.

3. Surah Ar-Rum: Riba sebagai Perbuatan yang Diharamkan

Surah Ar-Rum, meskipun tidak secara panjang lebar membahas riba, juga menyinggung larangan ini dalam ayat 39.

(39) وَمَاۤ أَوْحٰى إِلَيْكَ مِنْ كِتٰبِكَ هُوَ الْحَقُّ بِرَبِّكَ لَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ

**(Terjemahannya): Dan apa yang diwahyukan kepadamu dari Kitab (Al Quran) itulah yang benar, dari Tuhanmu; jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.”

Walaupun tidak secara spesifik menyebut kata "riba," ayat ini menunjuk pada Al-Quran sebagai pedoman hidup yang benar dan wajib dipatuhi. Karena Al-Quran melarang riba di tempat lain, maka ayat ini memperkuat kewajiban untuk menjauhi riba sebagai bagian dari ketaatan pada ajaran Islam yang benar.

BACA JUGA:   Memahami Apakah Free Ongkir Termasuk Riba: Mengenal Dampak dari Voucher Gratis Ongkir pada Top-Up Saldo dan Setoran Uang di Platform Pembayaran

4. Konteks Historis Larangan Riba

Larangan riba dalam Al-Quran muncul dalam konteks masyarakat Jahiliyah Arab pra-Islam, yang mana praktik riba sangat lazim. Riba saat itu bukan hanya sekedar bunga pinjaman, tetapi juga mencakup berbagai bentuk eksploitasi ekonomi yang merugikan orang miskin dan lemah. Sistem riba tersebut menciptakan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang parah. Larangan riba dalam Islam bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial dan ekonomi, melindungi kaum dhuafa, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan bermoral.

5. Dampak Riba Terhadap Individu dan Masyarakat

Praktik riba memiliki dampak negatif yang luas, baik terhadap individu maupun masyarakat. Bagi individu, riba dapat mengakibatkan ketergantungan finansial, kemiskinan, dan tekanan ekonomi. Secara sosial, riba dapat memperlebar jurang kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin, serta menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Sistem ekonomi yang didasarkan pada riba seringkali mengarah pada spekulasi, ketidakpastian, dan krisis finansial. Islam mendorong sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan, di mana kekayaan terdistribusi secara merata dan setiap individu memiliki kesempatan untuk berkembang secara ekonomi.

6. Alternatif Transaksi Syariah sebagai Pengganti Riba

Islam menawarkan berbagai alternatif transaksi syariah yang halal dan sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Beberapa alternatif tersebut antara lain: mudharabah (bagi hasil), musyarakah (bagi hasil), murabahah (jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan), salam (jual beli dengan pembayaran dimuka), istishna (pemesanan barang), dan ijarah (sewa menyewa). Alternatif-alternatif ini dirancang untuk menghindari praktik riba dan membangun sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Perkembangan lembaga keuangan syariah menunjukkan bahwa sistem ekonomi tanpa riba dapat diimplementasikan dan memberikan dampak positif bagi perekonomian global.

Also Read

Bagikan: