Islam secara tegas melarang praktik riba (bunga) dalam segala bentuknya. Larangan ini tertuang dalam Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ (kesepakatan ulama). Memahami dalil-dalil larangan riba sangat penting bagi umat Muslim untuk menghindari perbuatan haram dan membangun sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Artikel ini akan membahas secara detail berbagai dalil yang melarang riba, mengkaji jenis-jenis riba, dan dampaknya bagi individu dan masyarakat.
Dalil Al-Qur’an tentang Larangan Riba
Al-Qur’an secara eksplisit dan berulang kali menyebutkan larangan riba. Beberapa ayat yang paling sering dikutip adalah:
-
QS. Al-Baqarah (2): 275: Ayat ini merupakan ayat pokok yang menjelaskan tentang larangan riba. Ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT mengharamkan riba dan mengancam orang-orang yang mempraktikkannya dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Bunyi ayat tersebut secara lengkap menjelaskan mekanisme riba dan ancamannya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa riba adalah perbuatan dosa besar dan Allah SWT memerintahkan untuk meninggalkannya. Tidak hanya itu, ancaman perang dari Allah dan Rasul-Nya menunjukkan betapa seriusnya larangan ini. Kata "taubat" menunjukkan bahwa bahkan jika seseorang telah melakukan riba, ia masih bisa bertaubat dan meninggalkan praktik tersebut.
-
QS. An-Nisa (4): 160: Ayat ini menegaskan bahwa harta yang diperoleh dari riba akan menjadi sumber permusuhan dan perselisihan di antara manusia. "Dan apa saja harta yang kamu berikan untuk riba supaya ia menjadi bertambah pada harta manusia, maka harta itu tidak akan bertambah di sisi Allah. Dan apa saja yang kamu berikan untuk zakat, yang kamu maksudkan untuk mencari keridaan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahala)." Ayat ini menjelaskan bahwa keuntungan yang diperoleh dari riba tidak akan membawa berkah, bahkan sebaliknya, akan menjadi sumber konflik dan permusuhan. Sebaliknya, sedekah dan zakat yang diniatkan karena Allah akan melipatgandakan pahala.
-
QS. Ar-Rum (30): 39: Ayat ini mengaitkan riba dengan kerusakan di muka bumi. "Dan apa saja harta yang kamu berikan untuk riba supaya ia menjadi bertambah pada harta manusia, maka harta itu tidak akan bertambah di sisi Allah. Dan apa saja yang kamu berikan untuk zakat, yang kamu maksudkan untuk mencari keridaan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahala)." Ayat ini menekankan bahwa riba membawa dampak negatif dan merusak perekonomian.
Hadits tentang Larangan Riba
Selain Al-Qur’an, banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang melarang riba dan menjelaskan dampak buruknya. Beberapa hadits yang relevan antara lain:
-
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW melaknat pemakan riba, yang memberikan riba, yang menuliskannya, dan dua orang saksi riba. Ini menunjukkan betapa kerasnya larangan riba dalam Islam, sampai-sampai Nabi SAW melaknat pelakunya.
-
Hadits lain menyebutkan bahwa riba itu memiliki 70 cabang dosa, yang paling ringan sama dengan berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Hadits ini menggambarkan betapa besarnya dosa riba dan betapa pentingnya menjauhinya.
Hadits-hadits ini memperkuat larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an dan memberikan gambaran yang lebih detail tentang konsekuensi dari praktik riba.
Jenis-Jenis Riba
Riba dalam Islam dibagi menjadi dua jenis utama:
-
Riba Al-Fadl: Riba jenis ini terjadi ketika terjadi pertukaran barang sejenis dengan jumlah yang berbeda dan tidak seimbang. Contohnya, menukar 1 kg beras dengan 1,2 kg beras. Meskipun barangnya sama, namun terdapat kelebihan jumlah yang menyebabkan terjadinya riba.
-
Riba An-Nasiah: Riba jenis ini terjadi pada transaksi utang piutang dengan tambahan bunga atau keuntungan tertentu. Contohnya, meminjam uang dengan kesepakatan bahwa pengembaliannya harus lebih besar dari jumlah yang dipinjam. Ini merupakan bentuk riba yang paling umum terjadi dalam praktik ekonomi modern.
Selain dua jenis utama tersebut, terdapat juga beberapa bentuk riba yang lebih spesifik dan kompleks, seperti riba jahiliyyah (riba pada masa jahiliyah), riba dalam jual beli mata uang, dan riba dalam transaksi derivatif. Kejelasan dan rincian lebih lanjut tentang jenis-jenis riba ini dapat ditemukan dalam kitab-kitab fikih Islam.
Dampak Negatif Riba
Riba memiliki dampak negatif yang signifikan, baik bagi individu maupun masyarakat. Beberapa dampak tersebut antara lain:
-
Kerusakan Ekonomi: Riba mendorong konsumerisme dan spekulasi, karena keuntungan mudah diperoleh tanpa usaha produktif. Hal ini dapat menyebabkan inflasi dan ketidakstabilan ekonomi.
-
Ketidakadilan Sosial: Riba memperkaya orang kaya dan mempermiskinkan orang miskin. Orang miskin sering terperangkap dalam siklus utang yang sulit diputus karena bunga yang terus membengkak.
-
Perselisihan dan Permusuhan: Riba sering menjadi penyebab perselisihan dan permusuhan antara pemberi dan penerima pinjaman.
-
Kehancuran Moral: Riba dapat merusak moral dan etika bisnis, karena mengedepankan keuntungan materi di atas keadilan dan kejujuran.
Ijma’ (Kesepakatan Ulama) tentang Larangan Riba
Para ulama Islam dari berbagai mazhab sepakat (ijma’) tentang haramnya riba. Tidak ada perbedaan pendapat yang substansial mengenai larangan ini. Kesepakatan ini menunjukkan betapa kuatnya landasan hukum larangan riba dalam Islam. Ijma’ ini memperkuat dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits, dan menjadi acuan bagi umat Muslim dalam menghindari praktik riba.
Alternatif Transaksi Syariah
Untuk menghindari praktik riba, Islam menawarkan alternatif transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti:
-
Mudharabah: Kerjasama usaha antara pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola usaha (mudharib). Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
-
Musyarakah: Kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih yang sama-sama memberikan modal dan bekerja sama dalam pengelolaan usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan.
-
Murabahah: Penjualan barang dengan menyebutkan harga pokok dan keuntungan yang telah disepakati. Transparansi dan kejujuran menjadi kunci utama dalam transaksi ini.
-
Salam: Perjanjian jual beli dengan pembayaran di muka, tetapi penyerahan barang dilakukan kemudian.
-
Istishna’: Perjanjian jual beli barang yang dibuat khusus sesuai pesanan.
Mempelajari dan mengaplikasikan alternatif transaksi syariah ini sangat penting untuk membangun sistem ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan menghindari praktik riba yang dilarang. Pemahaman yang mendalam tentang dalil-dalil, jenis-jenis, dan dampak riba, serta alternatif transaksinya, akan membantu umat muslim dalam menjalankan aktivitas ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.