Hutang piutang merupakan transaksi ekonomi yang umum terjadi di berbagai masyarakat, termasuk dalam konteks Islam. Sistem ekonomi Islam memiliki aturan dan prinsip tersendiri dalam mengatur transaksi ini, dan salah satu bentuk hutang piutang yang diatur secara khusus adalah qardh. Memahami qardh secara mendalam, termasuk hukum dan praktiknya, penting untuk memastikan transaksi berjalan sesuai syariat dan terhindar dari riba. Artikel ini akan membahas pengertian qardh, hukumnya, perbedaannya dengan transaksi pinjaman lainnya, serta aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan.
Pengertian Qardh dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits
Secara bahasa, qardh (قَرْض) berarti pinjaman atau pemberian sesuatu dengan niat untuk dikembalikan. Dalam terminologi syariat Islam, qardh didefinisikan sebagai pemberian sesuatu kepada orang lain dengan niat untuk dikembalikan sejumlah yang sama tanpa tambahan apa pun. Al-Qur’an secara eksplisit membahas qardh dalam surat Al-Baqarah ayat 275:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini menekankan pentingnya transaksi yang adil dan menghindari praktik yang merugikan, termasuk riba. Hadits Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan tentang qardh, menekankan sifatnya yang murni sebagai pinjaman tanpa imbalan tambahan. Salah satu hadits yang sering dikutip adalah:
“Sesungguhnya harta itu berwarna hijau, seperti tanaman hijau yang segar. Barang siapa yang mengambilnya secara halal maka ia baik baginya dan barang siapa yang mengambilnya secara haram, niscaya seperti orang yang memakan api.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya mencari harta secara halal, termasuk dalam transaksi qardh. Jika qardh disertai dengan tambahan pembayaran, maka ia telah keluar dari kategori qardh dan masuk ke dalam kategori transaksi lain yang mungkin mengandung unsur riba.
Rukun dan Syarat Sahnya Qardh
Agar suatu transaksi qardh sah secara syariat, terdapat beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun qardh meliputi:
- Pemberi pinjaman (muqarridh): Seseorang yang memberikan pinjaman.
- Penerima pinjaman (muqtaridh): Seseorang yang menerima pinjaman.
- Barang yang dipinjamkan (ma’qurdh): Barang yang dipinjamkan, dapat berupa uang, barang, atau jasa.
- Ijab dan kabul (persetujuan): Persetujuan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman atas jumlah, jenis barang, dan jangka waktu pengembalian.
Sementara syarat sahnya qardh antara lain:
- Kemampuan pemberi pinjaman: Pemberi pinjaman harus memiliki hak kepemilikan atas barang yang dipinjamkan dan mampu memberikannya.
- Kemampuan penerima pinjaman: Penerima pinjaman harus mampu mengembalikan pinjaman sesuai kesepakatan.
- Kejelasan jumlah dan jenis barang: Jumlah dan jenis barang yang dipinjamkan harus jelas dan disepakati kedua belah pihak.
- Niat yang tulus: Baik pemberi maupun penerima pinjaman harus memiliki niat yang tulus dan tidak ada unsur penipuan atau paksaan.
- Tidak ada tambahan imbalan: Ini merupakan syarat yang paling krusial. Pinjaman qardh tidak boleh disertai dengan tambahan imbalan atau bunga (riba).
Perbedaan Qardh dengan Pinjaman Konvensional (Riba)
Perbedaan utama qardh dengan pinjaman konvensional terletak pada adanya atau tidaknya unsur riba. Pinjaman konvensional seringkali mengenakan bunga sebagai imbalan atas penggunaan uang. Bunga ini merupakan tambahan dari jumlah pokok pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam. Dalam Islam, riba diharamkan karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan ketidakadilan.
Qardh, sebaliknya, murni merupakan pinjaman tanpa tambahan apa pun. Jumlah yang dikembalikan sama persis dengan jumlah yang dipinjamkan. Tidak ada imbalan atau keuntungan bagi pemberi pinjaman selain kepuasan beramal saleh dan mempererat ukhuwah Islamiyah. Perbedaan ini sangat mendasar dan membedakan qardh dari transaksi pinjaman konvensional yang berbasis riba.
Hukum Qardh dan Ketentuannya dalam Fiqh Islam
Hukum qardh dalam Islam adalah sunnah muakkadah, artinya dianjurkan untuk melakukannya. Memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan merupakan amal shaleh yang mendapatkan pahala dari Allah SWT. Namun, Penerima pinjaman juga memiliki kewajiban moral untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu sesuai kesepakatan. Jika penerima pinjaman mengalami kesulitan keuangan, maka disarankan untuk melakukan negosiasi yang baik dan adil antara kedua belah pihak.
Dalam fiqih Islam, terdapat beberapa ketentuan terkait qardh, antara lain:
- Kebebasan dalam menentukan jangka waktu: Jangka waktu pengembalian pinjaman dapat disepakati bersama antara pemberi dan penerima pinjaman, selama tidak merugikan salah satu pihak.
- Kewajiban mengembalikan pinjaman: Penerima pinjaman wajib mengembalikan pinjaman sesuai kesepakatan. Pengingkaran janji (khianat) dalam qardh adalah perbuatan tercela dan diharamkan dalam Islam.
- Tidak diperbolehkan menuntut jaminan (jamin): Meskipun tidak diharamkan, meminta jaminan dalam qardh dianggap kurang ideal karena mengurangi nilai kebaikan dan kepercayaan dalam transaksi tersebut. Kepercayaan di antara kedua pihak lebih diutamakan.
- Larangan meminta imbalan tambahan: Ini merupakan poin yang paling penting dan harus diperhatikan agar transaksi qardh tetap sah. Setiap penambahan selain jumlah pokok pinjaman akan menjadikan transaksi tersebut sebagai riba yang diharamkan dalam Islam.
Praktik Qardh dalam Kehidupan Sehari-hari dan Lembaga Keuangan Syariah
Dalam kehidupan sehari-hari, qardh dapat dilakukan secara informal di antara individu-individu, misalnya meminjam uang kepada teman atau keluarga. Namun, dalam skala yang lebih besar, prinsip qardh juga diterapkan dalam beberapa produk dan layanan keuangan syariah, seperti:
- Pembiayaan Murabahah: Walaupun bukan murni qardh, Murabahah memiliki kemiripan dalam hal akad dan akad pokok, meskipun harga jual barang tetap jelas dan disepakati.
- Mudharabah: Pembiayaan Mudharabah merupakan bentuk kerjasama antara dua pihak, di mana salah satu pihak (shahibul mal) memberikan modal kepada pihak lain (mudharib) untuk menjalankan usaha. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
- Qardhul Hasan: Lembaga keuangan syariah dapat memberikan fasilitas qardhul hasan berupa pinjaman tanpa bunga kepada individu atau kelompok yang membutuhkan.
Praktik qardh dalam lembaga keuangan syariah menekankan pada prinsip keadilan, transparansi, dan menghindari riba. Lembaga ini menyediakan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, sehingga masyarakat dapat mengakses layanan keuangan yang ethical dan bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip qardh bukan hanya sekedar teori tetapi juga memiliki penerapan praktis yang relevan dalam kehidupan modern.
Dokumentasi dan Bukti Transaksi Qardh
Meskipun transaksi qardh idealnya didasari pada kepercayaan dan kejujuran, membuat dokumentasi tertulis tentang transaksi sangat disarankan. Dokumentasi ini dapat berfungsi sebagai bukti tertulis dan mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari. Dokumentasi ini setidaknya memuat:
- Nama dan alamat lengkap pemberi dan penerima pinjaman.
- Jumlah dan jenis barang yang dipinjamkan.
- Jangka waktu pengembalian pinjaman.
- Tanggal dan tempat pembuatan perjanjian.
- Tanda tangan kedua belah pihak.
Dokumen ini sebaiknya dibuat dua rangkap dan masing-masing pihak menyimpan satu rangkap sebagai bukti. Meskipun tidak ada sanksi formal jika tidak didokumentasikan, dokumentasi tetap penting untuk menjaga transparansi dan mencegah potensi konflik. Menggunakan saksi yang terpercaya juga dapat memperkuat keabsahan transaksi qardh.