Buya Arrazy Hasyim, seorang ulama kharismatik dan tokoh penting Nahdlatul Ulama (NU), dikenal luas karena kontribusinya dalam pengembangan pemikiran Islam moderat dan dakwah yang menyejukkan. Salah satu konsep yang sering diangkat dan dipraktikkannya adalah "ribath." Namun, pemahaman tentang ribath dalam konteks pemikiran Buya Arrazy Hasyim memerlukan penggalian lebih mendalam. Artikel ini akan membahas secara rinci konsep ribath Buya Arrazy Hasyim, merujuk pada berbagai sumber dan literatur terkait.
Ribath dalam Perspektif Historis dan Fiqh
Sebelum membahas interpretasi Buya Arrazy Hasyim, penting untuk memahami konsep ribath dalam konteks historis dan fiqh Islam. Secara etimologis, ribath berasal dari kata "rabatha" yang berarti "mengikat," "menetap," atau "berkemah." Dalam sejarah Islam, ribath merujuk pada basis militer di perbatasan wilayah Islam, yang ditempati oleh para mujahid untuk menjaga keamanan dan memperluas wilayah kekuasaan Islam. Para penghuni ribath ini bukan hanya bertugas bertempur, tetapi juga menjalankan fungsi dakwah dan pendidikan agama di lingkungan sekitarnya.
Secara fiqh, ribath dikaitkan dengan jihad fi sabilillah, yaitu berjuang di jalan Allah. Namun, pemahaman jihad ini tidak terbatas pada peperangan fisik, melainkan juga mencakup jihad bil qalam (jihad dengan pena), jihad bil mal (jihad dengan harta), dan jihad bil lisan (jihad dengan lisan). Oleh karena itu, konsep ribath dapat dimaknai secara luas sebagai basis perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai Islam, baik secara fisik maupun non-fisik. Para ulama berbeda pendapat mengenai detail hukum ribath, termasuk mengenai kewajiban, syarat, dan hukumnya, namun kesepakatan umum adalah bahwa ribath memiliki kedudukan penting dalam menjaga keutuhan dan keamanan umat Islam. Sumber-sumber klasik seperti kitab-kitab fiqh dan hadits memberikan gambaran tentang peran dan fungsi ribath dalam konteks sejarah.
Ribath Buya Arrazy Hasyim: Beyond Basis Militer
Buya Arrazy Hasyim tidak menafsirkan ribath secara literal sebagai basis militer. Ia memaknai ribath secara lebih luas dan kontekstual, menyesuaikannya dengan tantangan zaman modern. Bagi Buya Arrazy, ribath adalah basis perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang penuh tantangan. Perjuangan ini tidak hanya dilakukan melalui kekerasan, tetapi juga melalui pendekatan yang damai, moderat, dan inklusif.
Ribath dalam perspektif Buya Arrazy lebih menekankan pada penguatan basis spiritual dan intelektual umat Islam. Ia menekankan pentingnya pendidikan agama yang moderat, pemahaman yang komprehensif terhadap Al-Qur’an dan Hadits, serta pengembangan pemikiran Islam yang sesuai dengan konteks zaman. Dengan demikian, ribath bagi Buya Arrazy bukan hanya sekedar tempat beribadah, tetapi juga pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat dakwah yang menyejukkan.
Pentingnya Pendidikan dan Moderasi dalam Ribath Buya Arrazy
Salah satu pilar utama ribath versi Buya Arrazy adalah pendidikan. Beliau sangat menekankan pentingnya pendidikan agama yang berkualitas dan moderat untuk mencetak generasi muda yang berilmu, berakhlak mulia, dan cinta damai. Pendidikan yang diberikan bukan hanya sekedar hafalan teks agama, tetapi juga pemahaman yang kritis dan kontekstual terhadap ajaran Islam. Hal ini sejalan dengan ajaran Aswaja yang menekankan pentingnya tawassuth (moderasi) dan tasamuh (toleransi).
Pendidikan dalam ribath versi Buya Arrazy juga mencakup pendidikan karakter dan kepemimpinan. Beliau ingin mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, berintegritas tinggi, dan mampu memimpin perubahan ke arah yang lebih baik. Melalui pendidikan yang komprehensif ini, diharapkan akan tercipta kader-kader umat Islam yang mampu menghadapi tantangan zaman modern dengan bijak dan bertanggung jawab.
Ribath sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Ribath dalam konteks pemikiran Buya Arrazy juga berfungsi sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Beliau menyadari bahwa pembangunan masyarakat tidak hanya bergantung pada aspek spiritual, tetapi juga aspek ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, ribath berperan penting dalam memberdayakan masyarakat, terutama di daerah-daerah tertinggal atau terpinggirkan.
Pemberdayaan masyarakat dalam ribath dapat dilakukan melalui berbagai program, seperti pelatihan keterampilan, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta penguatan lembaga-lembaga sosial masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan bermartabat. Dengan demikian, ribath menjadi pusat transformasi sosial yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan pembangunan masyarakat.
Dakwah Inklusif dan Damai sebagai Ciri Khas Ribath
Dakwah merupakan salah satu unsur penting dalam ribath Buya Arrazy. Namun, dakwah yang beliau ajarkan adalah dakwah yang inklusif dan damai, jauh dari kekerasan dan ekstrimisme. Beliau menekankan pentingnya dialog, toleransi, dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
Dakwah inklusif yang dianut Buya Arrazy terbuka bagi semua kalangan, tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau golongan. Beliau selalu menekankan pentingnya saling menghormati dan menghargai perbedaan, serta membangun komunikasi yang efektif untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan ajaran Aswaja yang menganjurkan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama bangsa).
Implementasi Konsep Ribath dalam Kehidupan Kontemporer
Konsep ribath Buya Arrazy Hasyim sangat relevan dengan konteks kehidupan kontemporer. Di era digital yang serba cepat dan penuh dengan informasi yang beragam, peran ribath sebagai pusat pendidikan, pemberdayaan, dan dakwah inklusif semakin penting. Ribath dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk, baik secara fisik maupun virtual, seperti pesantren modern, lembaga pendidikan Islam, organisasi kemasyarakatan, maupun platform digital untuk menyebarkan nilai-nilai Islam moderat dan menyejukkan.
Implementasi konsep ribath ini memerlukan kolaborasi berbagai pihak, termasuk ulama, cendekiawan, pemerintah, dan masyarakat. Dengan kerjasama yang baik, diharapkan ribath dapat menjadi basis perjuangan yang efektif untuk membangun masyarakat yang lebih baik, lebih adil, dan lebih bermartabat. Semoga gagasan dan praktik ribath Buya Arrazy Hasyim dapat terus menginspirasi dan menjadi pedoman bagi generasi muda dalam membangun peradaban Islam yang rahmatan lil โalamin.