Memahami Riba: Lebih dari Sekadar "Ziyadah" dalam Bahasa Arab

Huda Nuri

Memahami Riba: Lebih dari Sekadar "Ziyadah" dalam Bahasa Arab
Memahami Riba: Lebih dari Sekadar "Ziyadah" dalam Bahasa Arab

Riba, dalam konteks ekonomi Islam, adalah suatu konsep yang kompleks dan seringkali disalahpahami. Meskipun definisi sederhana menyebutnya sebagai "ziyadah" (زيادة) dalam bahasa Arab, yang berarti penambahan atau kelebihan, pemahaman yang komprehensif memerlukan penggalian lebih dalam makna, konteks historis, dan implikasinya dalam hukum Islam. Mempelajari riba tidak hanya terbatas pada terjemahan kata "ziyadah," tetapi juga mencakup interpretasi dari berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits, serta pendapat para ulama fiqih selama berabad-abad.

Ziyadah: Penambahan yang Haram

Kata "ziyadah" memang merupakan akar kata dari riba, namun makna "penambahan" dalam konteks riba jauh lebih spesifik dan berdimensi moral dibandingkan dengan pengertian "penambahan" dalam konteks umum. Bukan sembarang penambahan yang termasuk riba. Riba merujuk pada penambahan yang bersifat gharar (ketidakpastian) dan maysir (judi), yaitu keuntungan yang diperoleh secara tidak adil dan tanpa kerja nyata. Ini berarti, penambahan dalam transaksi riba bukanlah hasil dari usaha, produksi, atau peningkatan nilai barang/jasa secara alami, melainkan semata-mata karena eksploitasi kondisi ekonomi pihak lain.

Berbagai sumber menjelaskan bahwa penambahan dalam riba berbeda dengan keuntungan yang sah dalam bisnis. Keuntungan yang sah didapatkan melalui proses produksi, perdagangan yang jujur, dan pengambilan risiko yang terukur. Sedangkan riba didapatkan melalui manipulasi sistem moneter, eksploitasi kebutuhan orang lain, dan penciptaan ketidakpastian (gharar). Oleh karena itu, "ziyadah" dalam konteks riba bukanlah sekadar penambahan kuantitas, melainkan penambahan yang diperoleh secara tidak halal dan bertentangan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan ekonomi Islam.

BACA JUGA:   Pakai Paylater Bisa Jadi Riba? Simak Penjelasan dari NU OnlineMenjelaskan tentang apakah berbelanja dengan paylater dianggap riba atau tidak dan bagaimana penjelasan dari NU Online agar bisa menjadi panduan bagi para pengguna paylater.

Riba dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an secara tegas mengharamkan riba dalam beberapa ayat, misalnya dalam Surah Al-Baqarah ayat 275: "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena penyakit gila. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata: “Perniagaan itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba." Ayat ini menunjukkan bahwa riba berbeda dengan perniagaan yang halal. Perniagaan melibatkan usaha, kerja keras, dan pengambilan risiko yang terukur, sedangkan riba menghindari semua itu.

Hadits Nabi Muhammad SAW juga banyak membahas tentang larangan riba dan berbagai bentuknya. Hadits-hadits tersebut menguraikan berbagai contoh transaksi yang termasuk riba dan menjelaskan hukuman bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Misalnya, hadits yang menyebutkan bahwa riba memiliki 70 cabang dosa, menunjukkan betapa seriusnya larangan tersebut dalam Islam. Hadits-hadits ini memberikan gambaran lebih detail tentang bentuk-bentuk transaksi yang harus dihindari untuk menjauhi riba.

Jenis-Jenis Riba dan Perkembangannya

Para ulama fiqih telah mengklasifikasikan riba ke dalam berbagai jenis, antara lain:

  • Riba al-Fadl: Riba yang terjadi dalam pertukaran barang sejenis dengan jumlah yang berbeda. Misalnya, menukar 1 kg emas dengan 1,1 kg emas. Perbedaan jumlah inilah yang dianggap sebagai riba.

  • Riba al-Nasiah: Riba yang terjadi dalam transaksi hutang piutang dengan tambahan bunga. Ini merupakan bentuk riba yang paling umum dan sering dijumpai dalam sistem keuangan konvensional.

  • Riba al-Yazid: Riba yang terjadi dalam transaksi jual beli dengan penambahan harga di luar harga pasar yang wajar. Misalnya, menaikkan harga barang secara tidak wajar karena memanfaatkan situasi darurat pembeli.

Perkembangan ekonomi global telah melahirkan bentuk-bentuk riba baru yang lebih kompleks dan terselubung. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif tentang riba memerlukan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam dan kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai bentuk riba yang mungkin muncul dalam sistem keuangan modern.

BACA JUGA:   Dampak Buruk Riba: Permusuhan dan Menurunnya Semangat Kerjasama dalam Berkehidupan Sosial

Implikasi Riba dalam Ekonomi Islam

Larangan riba dalam Islam memiliki implikasi yang luas dalam sistem ekonomi. Penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menghindari riba bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Sistem ini menekankan pada:

  • Keadilan: Transaksi yang bebas dari eksploitasi dan ketidakadilan.

  • Keseimbangan: Menciptakan keseimbangan ekonomi antara produsen dan konsumen.

  • Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan: Pertumbuhan ekonomi yang tidak didasarkan pada penciptaan hutang dan bunga.

  • Pemberdayaan masyarakat: Membangun sistem ekonomi yang memberdayakan masyarakat dan mengurangi kesenjangan ekonomi.

Alternatif Keuangan Syariah sebagai Solusi

Karena riba diharamkan, ekonomi Islam menawarkan berbagai alternatif keuangan syariah yang menghindari riba, seperti:

  • Mudharabah: Kerja sama usaha antara pemodal (shahibul mal) dan pengelola usaha (mudharib). Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemodal.

  • Musharakah: Kerja sama usaha di mana setiap pihak turut serta dalam modal dan pengelolaan usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan.

  • Murabahah: Jual beli dengan menyebutkan harga pokok dan keuntungan. Ini berbeda dengan riba karena keuntungan sudah disepakati di awal transaksi.

  • Ijarah: Sewa-menyewa. Pemilik aset menyewakan asetnya kepada pihak lain dengan harga sewa yang telah disepakati.

Alternatif-alternatif ini menawarkan mekanisme pembiayaan yang adil dan berkelanjutan, yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan menghindari unsur-unsur riba.

Kesimpulan Akhir: Memahami Nuansa Riba

Memahami riba tidak cukup hanya dengan memahami "ziyadah" sebagai penambahan. Riba adalah konsep yang jauh lebih luas dan kompleks, yang mencakup dimensi moral, ekonomi, dan hukum. Pemahaman yang mendalam memerlukan studi yang komprehensif tentang Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para ulama fiqih, serta kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai bentuk riba yang mungkin muncul dalam sistem keuangan modern. Penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menghindari riba sangat penting untuk membangun sistem ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Also Read

Bagikan: