Praktik perbankan konvensional yang berbasis bunga atau riba telah menjadi subjek perdebatan sengit selama berabad-abad. Meskipun banyak kritik yang dilontarkan, sistem ini tetap dominan di dunia keuangan global. Artikel ini akan mengkaji secara mendalam berbagai alasan mengapa bank konvensional tetap berpegang teguh pada sistem bunga, dengan mempertimbangkan perspektif ekonomi, historis, dan sosial.
1. Mekanisme Profitabilitas Inti Bank Konvensional
Sistem perbankan konvensional dirancang untuk menghasilkan keuntungan. Bunga, atau lebih tepatnya, selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga deposito, merupakan sumber pendapatan utama bagi bank. Bank meminjamkan dana dengan suku bunga yang lebih tinggi daripada yang mereka bayarkan kepada nasabah yang menabung. Selisih inilah yang disebut net interest margin (NIM) dan merupakan kunci profitabilitas mereka. Tanpa mekanisme bunga, model bisnis bank konvensional akan runtuh. Mereka tidak akan mampu menghasilkan keuntungan yang cukup untuk membiayai operasional, ekspansi, dan memberikan pengembalian kepada pemegang saham.
Sumber pendapatan lain seperti biaya layanan, transaksi valuta asing, dan investasi memang ada, namun kontribusinya terhadap profitabilitas secara keseluruhan jauh lebih kecil dibandingkan NIM. Penghasilan dari investasi juga bergantung pada fluktuasi pasar dan tidak menjamin keuntungan konsisten. Oleh karena itu, bunga tetap menjadi tulang punggung profitabilitas bank konvensional, menjadikannya salah satu pilar utama keberlangsungan bisnis mereka. Sistem ini terbukti efektif dalam menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan selama berabad-abad, sehingga sulit untuk diubah secara drastis.
2. Peran Bunga dalam Mengatur Likuiditas dan Alokasi Modal
Bunga memainkan peran krusial dalam mengatur likuiditas dan alokasi modal dalam perekonomian. Suku bunga yang lebih tinggi cenderung mengurangi permintaan pinjaman, karena biaya peminjaman menjadi lebih mahal. Sebaliknya, suku bunga yang rendah mendorong permintaan pinjaman, sehingga lebih banyak modal dialokasikan ke sektor-sektor yang membutuhkannya. Bank, melalui mekanisme bunga, bertindak sebagai perantara dalam proses alokasi modal ini. Mereka mengumpulkan dana dari deposan dan menyalurkannya ke peminjam yang membutuhkan, dengan bunga sebagai insentif bagi kedua belah pihak. Tanpa mekanisme bunga, alokasi modal akan menjadi jauh lebih tidak efisien dan sulit diprediksi.
Lebih lanjut, bunga juga berfungsi sebagai alat kebijakan moneter bagi bank sentral. Dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan, bank sentral dapat mempengaruhi suku bunga pasar dan secara tidak langsung mengendalikan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas sistem keuangan. Menghapuskan sistem bunga akan menghilangkan alat kebijakan moneter yang sangat efektif ini dan menggantikannya dengan mekanisme yang jauh lebih rumit dan mungkin kurang efektif. Hal ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang signifikan.
3. Aspek Hukum dan Regulasi yang Mendukung Sistem Bunga
Sistem perbankan konvensional beroperasi di bawah kerangka hukum dan regulasi yang secara eksplisit mengizinkan dan bahkan mengatur praktik bunga. Hukum perbankan di sebagian besar negara di dunia mengakui bunga sebagai komponen legal dalam transaksi keuangan. Regulasi-regulasi yang ada, seperti persyaratan modal minimum dan batasan suku bunga, dirancang untuk menjaga stabilitas sistem perbankan dan melindungi kepentingan nasabah. Mengubah sistem ini secara fundamental akan memerlukan revisi hukum yang besar dan kompleks di seluruh dunia, sebuah proses yang sangat menantang dan memakan waktu.
Keberadaan hukum dan regulasi ini menciptakan lingkungan yang mendukung dan memastikan legalitas operasional bank konvensional. Ini memberikan kepastian hukum kepada bank dan investor, yang pada gilirannya mendorong investasi dan pertumbuhan dalam sektor keuangan. Menghilangkan dukungan hukum untuk sistem bunga akan menciptakan ketidakpastian hukum yang signifikan dan berpotensi menghambat perkembangan sektor perbankan.
4. 惯性 dan Keengganan untuk Perubahan dalam Sistem yang Sudah Terintegrasi
Sistem perbankan konvensional telah terintegrasi secara mendalam ke dalam perekonomian global selama berabad-abad. Infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia yang terkait dengan sistem ini sangat besar dan kompleks. Mengubah sistem ini secara mendadak akan menimbulkan gangguan ekonomi yang signifikan dan berpotensi menimbulkan kekacauan. Oleh karena itu, terdapat resistensi yang kuat terhadap perubahan dari berbagai pihak, termasuk bank itu sendiri, pemerintah, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Inersia ini diperkuat oleh ketergantungan besar para pelaku ekonomi pada sistem yang ada. Berbagai industri dan individu telah beradaptasi dengan sistem perbankan konvensional, dan perubahan fundamental akan memerlukan penyesuaian yang besar dan mungkin menimbulkan kerugian finansial bagi banyak pihak. Keengganan untuk mengambil risiko ekonomi yang signifikan ini, merupakan salah satu faktor utama yang mempertahankan sistem bunga.
5. Ketidakmampuan Model Alternatif untuk Menawarkan Skala dan Efisiensi yang Sama
Meskipun ada model alternatif seperti perbankan syariah yang menawarkan solusi tanpa bunga, model ini belum mampu mencapai skala dan efisiensi yang sama dengan perbankan konvensional. Perbankan syariah masih relatif baru dan memiliki batasan dalam hal produk dan layanan yang ditawarkan. Selain itu, penerapan prinsip syariah yang ketat seringkali menimbulkan kompleksitas operasional dan peningkatan biaya.
Salah satu tantangan utama adalah kurangnya standar global yang harmonis dalam perbankan syariah, yang menghambat pertumbuhan dan integrasi sistem ini ke dalam perekonomian global. Kurangnya infrastruktur dan sumber daya manusia yang terlatih juga membatasi ekspansi perbankan syariah. Oleh karena itu, perbankan konvensional, dengan skala dan efisiensi yang telah teruji, tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian besar pelaku ekonomi.
6. Persepsi dan Kebiasaan Publik Terhadap Bunga
Selama berabad-abad, masyarakat telah terbiasa dengan sistem bunga sebagai bagian integral dari kehidupan ekonomi. Bunga dianggap sebagai bentuk kompensasi yang wajar atas penggunaan modal dan risiko yang diambil oleh pemberi pinjaman. Persepsi ini telah mengakar dalam kesadaran masyarakat dan sulit untuk diubah dalam waktu singkat.
Perubahan persepsi publik memerlukan edukasi dan sosialisasi yang intensif dan berkelanjutan. Bahkan dengan adanya alternatif, banyak orang tetap merasa nyaman dan familiar dengan sistem perbankan konvensional dan produk-produknya yang berbasis bunga. Kepercayaan dan kebiasaan ini menjadi faktor penting yang mendukung keberlanjutan sistem bunga. Perubahan memerlukan waktu dan usaha yang signifikan untuk mengubah persepsi dan kebiasaan tersebut.