Riba, dalam ajaran Islam, merupakan praktik yang diharamkan karena mengandung unsur ketidakadilan dan eksploitasi. Salah satu jenis riba adalah riba fadhl, yang berkaitan dengan transaksi jual beli barang sejenis dengan penundaan waktu penyerahan. Memahami riba fadhl sangat penting untuk menghindari praktik-praktik yang dilarang agama dan membangun sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Artikel ini akan membahas contoh-contoh riba fadhl berdasarkan pernyataan-pernyataan tertentu, dengan mengacu pada berbagai sumber dan literatur terkait. Tanpa adanya pernyataan-pernyataan spesifik yang akan dianalisa, akan disajikan contoh-contoh kasus umum riba fadhl yang sering ditemui.
1. Pertukaran Barang Sejenis dengan Jumlah yang Berbeda
Riba fadhl terjadi ketika seseorang menukar barang sejenis dengan jumlah yang berbeda, di mana salah satu pihak mendapatkan keuntungan lebih besar karena adanya penundaan penyerahan barang. Misalnya, seseorang menjual 100 kg beras hari ini dengan harga Rp 1.000.000, dan sepakat untuk menerima pembayaran 120 kg beras pada bulan depan. Dalam kasus ini, terjadi riba fadhl karena terjadi penukaran barang sejenis (beras) dengan jumlah yang berbeda (100 kg vs 120 kg), dan perbedaan ini terjadi karena adanya penundaan pembayaran. Keuntungan yang didapatkan penjual (20 kg beras) merupakan unsur riba. Perlu diperhatikan bahwa jika perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti kualitas, kondisi, atau tempat penyerahan yang berbeda, maka hal tersebut tidak termasuk riba fadhl.