Siapa sajakah orang yang mendapat dosa dalam hal melaksanakan transaksi riba?
Bismillahirrahmanirrahim
Riba adalah salah satu bentuk dosa ekonomi dalam Islam yang dilarang karena riba bisa merusak tatanan ekonomi, sarana pembelajaran, dan mengurangi rasa keadilan dalam masyarakat. Riba secara harfiah berarti tinggi atau naik, sedangkan secara istilah riba artinya adalah pertambahan atau pengambilan keuntungan yang tidak seimbang dalam suatu transaksi.
Sebagai muslim, kita harus menghindari riba sebisa mungkin. Namun, masih banyak orang yang melanggar aturan ini dalam kehidupan sehari-hari. Siapa sajakah yang dapat dianggap berdosa dalam hal melaksanakan transaksi riba? Dalam tulisan ini, kami akan membahasnya secara rinci.
1. Pihak yang memberikan riba
Pihak yang memberikan riba merupakan pihak yang pertama kali terkena dampak haramnya riba. Dalam hadis disebutkan, “Allah melaknat orang yang memberikan riba, orang yang menerima, orang yang menyaksikan, dan orang yang menulis”. Orang yang memberikan riba dihukumi sebagai orang yang melakukan perbuatan dosa karena telah memperoleh keuntungan yang tidak sah secara mencurangi orang lain atau pihak lain yang bertransaksi.
2. Pihak yang menerima riba
Pihak yang menerima riba juga termasuk berdosa karena dengan menerima riba mereka ikut serta dalam perbuatan dosa tersebut. Mereka setuju untuk mengambil untung yang tidak seimbang dalam transaksi dan merugikan orang lain dalam prosesnya.
3. Pihak yang mewakilkan transaksi riba
Orang yang mewakilkan transaksi riba juga terkena dampak hukuman karena telah membantu dalam proses transaksi haram tersebut. Meskipun mereka sendiri tidak secara langsung mengambil keuntungan dari transaksi riba, namun mereka sudah berpartisipasi dalam prosesnya dan secara tidak langsung telah membantu para pihak yang terlibat dalam transaksi riba.
4. Saksi dan penulis transaksi riba
Selain itu, saksi dan penulis transaksi riba juga dianggap berdosa karena telah membantu proses transaksi riba berjalan dengan lancar. Mereka adalah pihak yang memberikan kesaksian dan menulis dokumen bahwa transaksi tersebut telah dilakukan, meskipun itu adalah transaksi yang bertentangan dengan aturan Islam.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, adalah jelas bahwa seiring haramnya riba, maka semua pihak yang berhubungan dengannya dihukumi sebagai haram dan berdosa. Tidak hanya pemakannya, orang yang mewakilkan, saksi dan penulisnya juga dihukumi sebagai haram disebabkan unsur ta’âwun (tolong-menolong) dalam perkara batil.
Kita sebagai muslim harus berusaha untuk menghindari riba dan menghentikan pergaulan ekonomi yang berpraktik riba. Tidak hanya itu, kita juga harus berusaha untuk mempelajari dan memahami bagaimana Islam mendasari nilai-nilai ekonomi yang dijalankan oleh umat Muslim sehingga kita bisa lebih bijak dalam melakukan transaksi. Dengan memperkuat ilmu ekonomi Islam, kita dapat menjaga kestabilan ekonomi dan keadilan sosial dalam masyarakat. Wallahu a’lam.