Riba, dalam terminologi Islam, merujuk pada segala bentuk tambahan atau kelebihan yang diperoleh secara tidak adil dalam suatu transaksi. Salah satu jenis riba yang paling dikenal adalah riba fadhl, yang berarti kelebihan yang diambil dari suatu transaksi jual beli barang sejenis yang terjadi secara langsung (tunai) dengan takaran dan kualitas yang sama. Keharaman riba fadhl, yang ditegaskan dalam Al-Quran dan Sunnah, bukanlah semata-mata larangan transaksional, melainkan refleksi dari sistem nilai Islam yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan terhindar dari eksploitasi. Larangan ini memiliki tujuan pencegahan yang luas dan mendalam, yang akan diuraikan secara detail berikut ini.
1. Pencegahan Eksploitasi dan Ketidakadilan dalam Perdagangan
Tujuan utama pengharaman riba fadhl adalah untuk mencegah terjadinya eksploitasi dan ketidakadilan dalam transaksi jual beli. Dalam konteks riba fadhl, ketidakadilan ini muncul ketika seseorang mengambil keuntungan berlebihan dari transaksi barang sejenis yang ditukar secara langsung. Misalnya, seseorang menukar 1 kg beras kualitas A dengan 1,2 kg beras kualitas A yang sama. Kelebihan 0,2 kg tersebut merupakan riba fadhl dan diharamkan karena merupakan bentuk eksploitasi terhadap pihak yang lain.
Sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 275-278) dan Hadits Nabi Muhammad SAW, dengan tegas melarang praktik ini. Ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas riba tidak hanya menyebutkan hukuman duniawi bagi pelakunya, tetapi juga menggambarkan konsekuensi akhirat yang berat. Hadits Nabi juga menekankan betapa buruknya riba dan bagaimana ia dapat menghancurkan individu dan masyarakat. Dengan melarang riba fadhl, Islam ingin membangun sistem ekonomi yang didasarkan pada keadilan dan keseimbangan, bukan pada eksploitasi dan penindasan. Perdagangan yang adil, berdasarkan timbal balik yang setara, merupakan prinsip fundamental dalam ekonomi Islam.
Beberapa pakar ekonomi Islam seperti Muhammad Nejatullah Siddiqi dan M. Umar Chapra, dalam berbagai tulisannya, menjelaskan bahwa pengharaman riba merupakan upaya untuk melindungi kaum lemah dan mencegah penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Sistem riba, menurut mereka, akan cenderung memperkaya mereka yang memiliki modal dan memperparah kemiskinan bagi mereka yang kurang beruntung. Dengan demikian, larangan riba fadhl merupakan manifestasi dari ajaran Islam untuk menegakkan keadilan sosial dan ekonomi.
2. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
Larangan riba fadhl juga bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan riba cenderung menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian. Keuntungan yang diperoleh secara instan dan tidak adil melalui riba tidak mendorong inovasi, produktivitas, dan investasi yang sehat. Sebaliknya, ia cenderung menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Islam mendorong upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi ekonomi melalui kerja keras, inovasi, dan investasi yang halal. Riba, dengan sifatnya yang eksploitatif, justru menghambat hal tersebut. Dengan melarangan riba fadhl, Islam bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang berorientasi pada nilai-nilai kerja keras, kejujuran, dan keadilan, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
3. Membangun Sistem Keuangan yang Etis dan Transparan
Pengharaman riba fadhl juga merupakan bagian dari upaya membangun sistem keuangan yang etis dan transparan. Sistem keuangan yang berbasis riba seringkali diwarnai oleh ketidakjelasan dan ketidakpastian. Praktik-praktik yang rumit dan spekulatif seringkali digunakan untuk menyembunyikan unsur riba dalam berbagai jenis transaksi keuangan. Islam, dengan melarangan riba, mendorong terciptanya sistem keuangan yang sederhana, transparan, dan mudah dipahami oleh semua pihak.
Sistem keuangan Islam, yang berbasis pada prinsip-prinsip syariah, menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam semua transaksi keuangan. Riba fadhl, dengan sifatnya yang tersembunyi dan eksploitatif, bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, pengharamannya merupakan langkah penting untuk membangun sistem keuangan yang etis, adil, dan berkelanjutan. Hal ini menciptakan kepercayaan dan stabilitas dalam pasar keuangan, yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi yang sehat.
4. Melindungi Konsumen dari Praktik Perdagangan yang Menipu
Larangan riba fadhl juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik perdagangan yang menipu dan tidak adil. Dalam transaksi riba fadhl, konsumen seringkali dipaksa untuk menerima kondisi yang merugikan karena ketidaktahuan atau keterbatasan pilihan. Dengan melarangan riba fadhl, Islam ingin melindungi konsumen dari eksploitasi dan memastikan bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dalam setiap transaksi.
Perlindungan konsumen menjadi hal yang sangat penting dalam ekonomi Islam. Islam menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan transparansi dalam semua transaksi, baik antara individu maupun lembaga. Riba fadhl, dengan sifatnya yang menipu dan eksploitatif, bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut. Pengharamannya merupakan manifestasi dari kepedulian Islam terhadap kesejahteraan dan perlindungan konsumen.
5. Mencegah Penumpukan Kekayaan di Tangan Segolongan Orang
Riba, dalam berbagai bentuknya, cenderung memperbesar kesenjangan ekonomi. Keuntungan yang diperoleh secara instan melalui riba akan terakumulasi di tangan segelintir orang kaya, sementara mayoritas masyarakat tetap dalam kemiskinan. Pengharaman riba fadhl, sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam yang lebih luas, bertujuan untuk mencegah hal ini dan menciptakan distribusi kekayaan yang lebih merata.
Islam menekankan pentingnya zakat dan sedekah sebagai mekanisme redistribusi kekayaan. Dengan melarang riba, Islam mendorong akumulasi kekayaan yang lebih adil dan berkelanjutan, serta membantu mengurangi kesenjangan ekonomi. Ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial yang menjadi inti ajaran Islam.
6. Membangun Masyarakat yang Berlandaskan Keadilan dan Kesejahteraan
Tujuan utama dari pengharaman riba fadhl, dan riba secara umum, adalah untuk membangun masyarakat yang berlandaskan keadilan dan kesejahteraan. Sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan merupakan prasyarat untuk terciptanya masyarakat yang makmur dan sejahtera. Riba, dengan sifatnya yang eksploitatif dan merusak, merupakan ancaman bagi pencapaian tujuan tersebut. Oleh karena itu, pengharaman riba merupakan bagian integral dari upaya untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan lebih adil. Dengan melarang riba fadhl, Islam berusaha menciptakan sistem sosial ekonomi yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua anggota masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Ini merupakan manifestasi dari visi Islam untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera bagi semua.