Praktik riba, khususnya riba yad (riba dalam bentuk pinjaman uang), telah ada jauh sebelum era modern. Memahami praktik ini sebelum munculnya sistem perbankan dan keuangan modern memerlukan penelusuran sejarah dan analisis sosio-ekonomi yang mendalam. Meskipun sumber tertulis terkadang terbatas dan interpretasinya bisa beragam, beberapa aspek praktik riba yad sebelum era modern dapat diungkap melalui penelitian arkeologis, teks-teks keagamaan, dan literatur sejarah.
1. Riba Yad dalam Peradaban Kuno: Mesopotamia dan Romawi
Bukti arkeologis dan catatan tertulis dari peradaban Mesopotamia (kira-kira 3500-539 SM) menunjukkan adanya praktik pinjaman uang dengan bunga. Kodeks Hammurabi, salah satu kode hukum tertua yang diketahui, memuat ketentuan tentang pinjaman dan bunga, meskipun tidak secara eksplisit menyebutnya "riba" dengan terminologi yang sama seperti dalam Islam. Namun, sistem ini mengatur tingkat bunga dan sanksi bagi peminjam yang gagal membayar. Tingkat bunga yang diterapkan bervariasi tergantung pada jenis barang yang dipinjam dan risiko yang ditanggung oleh pemberi pinjaman. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme ekonomi yang cukup maju untuk mengelola transaksi keuangan, termasuk yang melibatkan bunga.
Peradaban Romawi juga mengenal praktik pinjaman uang dengan bunga, yang disebut fenus. Meskipun awalnya terdapat stigma sosial terkait fenus, praktik ini tetap umum, terutama di kalangan pedagang dan orang kaya. Hukum Romawi secara umum mengizinkan fenus, tetapi menetapkan batasan-batasan tertentu untuk mencegah eksploitasi. Namun, praktik fenus seringkali diwarnai oleh eksploitasi dan penindasan, khususnya terhadap golongan miskin yang terlilit hutang. Ketidakadilan ini menjadi salah satu faktor yang memicu berbagai pemberontakan sosial di Kekaisaran Romawi. Sumber-sumber sejarah Romawi, seperti karya-karya Cicero dan Livy, memberikan gambaran tentang praktik fenus dan dampak sosialnya.
2. Riba dalam Perspektif Agama-Agama Sebelum Islam: Yahudi dan Kristen
Agama-agama sebelum Islam, seperti Yahudi dan Kristen, juga memiliki pandangan dan aturan yang beragam mengenai pinjaman dengan bunga. Dalam Perjanjian Lama (kitab suci Yahudi), terdapat larangan pemberian pinjaman dengan bunga kepada sesama orang Israel, khususnya yang miskin. Namun, pemberian pinjaman kepada orang asing diperbolehkan. Larangan ini didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan solidaritas di antara sesama anggota komunitas. Tujuannya adalah untuk mencegah eksploitasi dan memastikan akses yang adil terhadap sumber daya ekonomi.
Dalam ajaran Kristen awal, terdapat perbedaan pendapat tentang pinjaman dengan bunga. Beberapa kelompok, seperti sebagian aliran Gnostik, menolak praktik tersebut, sementara yang lain mengizinkannya dengan berbagai batasan. Pandangan gereja terhadap fenus berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan ekonomi. Selama Abad Pertengahan, gereja Katolik secara umum melarang pemberian pinjaman dengan bunga yang berlebihan, meskipun interpretasi dari larangan ini seringkali fleksibel dan bergantung pada konteks tertentu.
3. Praktik Riba di Asia Sebelum Era Modern: India dan Cina
Di India, sistem ekonomi sebelum era modern juga mengenal berbagai bentuk pinjaman uang, beberapa di antaranya melibatkan bunga. Sistem shroffs (penukar uang) memainkan peran penting dalam ekonomi India, menyediakan layanan keuangan seperti pinjaman dan penukaran mata uang. Meskipun praktik pinjaman dengan bunga ada, sistem ini juga terintegrasi dengan sistem sosial dan kasta, yang seringkali menyebabkan ketidaksetaraan akses terhadap kredit.
Di Cina, praktik pinjaman uang dengan bunga juga telah ada sejak zaman kuno. Sistem kredit tradisional Cina berkembang bersama dengan sistem perdagangan dan pertanian. Lembaga-lembaga seperti rumah gadai dan koperasi kredit berperan dalam memfasilitasi pinjaman uang. Namun, seperti di tempat lain, praktik pinjaman uang seringkali diwarnai oleh eksploitasi dan bunga yang tinggi, terutama bagi golongan petani dan masyarakat miskin.
4. Dampak Sosio-Ekonomi Riba Yad Sebelum Era Modern
Praktik riba yad sebelum era modern memiliki dampak sosio-ekonomi yang signifikan. Di satu sisi, sistem ini memfasilitasi kegiatan ekonomi, menyediakan modal bagi para pedagang dan pengusaha, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pinjaman uang memungkinkan individu dan bisnis untuk berinvestasi, mengembangkan usaha, dan meningkatkan taraf hidup.
Di sisi lain, praktik riba juga seringkali menyebabkan ketidakadilan dan eksploitasi. Bunga yang tinggi dan praktik-praktik yang tidak etis dapat menjerat peminjam dalam lingkaran hutang yang sulit dilepaskan. Hal ini dapat menyebabkan kemiskinan, kehilangan aset, dan bahkan perbudakan hutang. Ketidaksetaraan akses terhadap kredit juga menjadi masalah, dengan golongan miskin dan marginal seringkali menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang wajar. Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin melebar.
5. Peran Pemerintah dan Lembaga Sosial dalam Mengatur Riba Yad
Peran pemerintah dan lembaga sosial dalam mengatur praktik riba yad bervariasi di berbagai tempat dan waktu. Beberapa pemerintah menetapkan peraturan dan batasan terhadap tingkat bunga, sementara yang lain mengambil pendekatan yang lebih laissez-faire. Lembaga sosial, seperti gereja, masjid, dan komunitas lokal, juga memainkan peran dalam mengatur praktik pinjaman uang, seringkali dengan mendorong etika dan keadilan dalam transaksi keuangan. Namun, efektivitas regulasi ini seringkali terbatas, dan praktik riba yang tidak etis tetap ada.
6. Perbandingan dengan Praktik Riba Modern
Meskipun bentuknya telah berevolusi, prinsip dasar riba yad masih relevan dengan praktik keuangan modern. Produk-produk keuangan seperti kartu kredit, pinjaman cepat cair, dan pinjaman online, seringkali memiliki suku bunga yang tinggi dan dapat menjerat konsumen dalam lingkaran hutang. Perkembangan teknologi keuangan (fintech) mempermudah akses terhadap kredit, tetapi juga menimbulkan risiko baru terkait dengan transparansi, perlindungan konsumen, dan praktik pinjaman yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, memahami praktik riba yad sebelum era modern memberikan perspektif penting untuk menganalisis dan mengatasi tantangan dalam sistem keuangan modern. Perbandingan ini menyoroti pentingnya regulasi yang efektif dan etika yang kuat dalam industri keuangan untuk mencegah eksploitasi dan memastikan akses yang adil terhadap kredit.