Riba: Kemurkaan Allah dan Rasul dalam Al-Quran dan Hadis

Huda Nuri

Riba: Kemurkaan Allah dan Rasul dalam Al-Quran dan Hadis
Riba: Kemurkaan Allah dan Rasul dalam Al-Quran dan Hadis

Riba, atau bunga dalam terminologi modern, merupakan praktik yang sangat diharamkan dalam Islam. Al-Quran dan Hadis secara tegas melarang dan mengutuk praktik ini, menggambarkannya sebagai sesuatu yang sangat dimurkai Allah SWT dan Rasul-Nya. Larangan ini bukan sekadar anjuran moral, melainkan hukum agama yang memiliki konsekuensi spiritual dan duniawi yang serius. Pemahaman yang mendalam tentang ayat-ayat Al-Quran yang membahas riba sangat penting untuk menghindari praktik ini dan memahami betapa besar kebencian Allah terhadapnya.

Ayat-ayat Al-Quran yang Menjelaskan Larangan Riba

Al-Quran memuat beberapa ayat yang secara eksplisit melarang riba dan menjelaskan dampak buruknya bagi individu dan masyarakat. Beberapa ayat kunci yang perlu diperhatikan antara lain:

  • QS. Al-Baqarah (2): 275-279: Ayat-ayat ini merupakan inti dari larangan riba dalam Al-Quran. Ayat-ayat ini menjelaskan secara rinci tentang riba, menjelaskan bahwa memakan riba sama dengan permusuhan dengan Allah dan Rasul-Nya. Ayat ini juga menjelaskan ancaman siksa yang berat bagi mereka yang tetap berkeras memakan riba. Perlu dicatat bahwa ayat ini tidak hanya melarang riba secara umum, tetapi juga menjelaskan berbagai bentuk riba, baik yang jelas maupun yang terselubung. Ayat ini juga menjelaskan bagaimana seseorang yang bertaubat dari riba akan diampuni dosanya, menekankan pentingnya pertobatan. Detail yang diberikan dalam ayat ini menunjukkan betapa seriusnya larangan ini bagi Islam.

  • QS. An-Nisa (4): 161: Ayat ini menegaskan kembali larangan riba dan memberikan peringatan keras terhadap orang-orang yang tetap mempertahankannya. Ayat ini menekankan bahwa memakan riba akan menyebabkan perselisihan dan permusuhan, menghancurkan persatuan dan kesejahteraan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa riba tidak hanya berdampak negatif pada individu, tetapi juga pada tatanan sosial.

  • QS. Ar-Rum (30): 39: Ayat ini menjelaskan bahwa riba merupakan bentuk kejahatan yang berkembang biak dan menyebabkan kerusakan di muka bumi. Ayat ini menghubungkan praktik riba dengan kerusakan moral dan sosial.

  • QS. Ali Imran (3): 130: Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan kata "riba," ayat ini menyoroti betapa Allah membenci perbuatan zalim, termasuk di dalamnya riba, karena hal itu merupakan tindakan yang melanggar keadilan dan keseimbangan. Hal ini memperkuat pesan universal tentang keadilan sosial yang menjadi landasan ajaran Islam.

BACA JUGA:   Hukum Riba dalam Transaksi Perbankan Islam: Sebuah Tinjauan Komprehensif

Makna Riba dalam Perspektif Al-Quran

Penting untuk memahami bahwa makna riba dalam konteks Al-Quran tidak hanya terbatas pada bunga bank konvensional. Riba mencakup semua bentuk transaksi yang melibatkan penambahan nilai secara tidak adil tanpa kerja keras atau usaha riil. Ini meliputi:

  • Bunga Bank: Ini merupakan bentuk riba yang paling umum dan mudah dipahami. Mengharuskan pembayaran tambahan atas pinjaman pokok merupakan bentuk riba yang jelas dilarang.

  • Selisih Harga: Membeli barang dengan harga tertentu dan menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi tanpa adanya peningkatan nilai barang (misalnya, karena perbaikan atau tambahan fitur) juga termasuk riba. Keuntungan yang diperoleh haruslah berasal dari usaha dan kerja keras, bukan sekadar selisih harga yang bersifat spekulatif.

  • Transaksi yang Mengandung Unsur Penipuan: Semua bentuk transaksi yang melibatkan unsur penipuan, ketidakadilan, dan eksploitasi termasuk dalam kategori riba. Ini meliputi berbagai skema investasi yang menjanjikan keuntungan yang tidak realistis.

  • Menggadaikan Barang dengan Bunga: Menggadaikan barang dan membayar biaya tambahan atas penyimpanan atau administrasi yang berlebihan juga masuk kategori riba.

Memahami cakupan yang luas dari definisi riba ini penting untuk menghindari praktik yang mungkin terlihat legal secara hukum konvensional, namun haram dalam Islam.

Ancaman dan Konsekuensi Memakan Riba

Ayat-ayat Al-Quran tidak hanya melarang riba, tetapi juga menjelaskan konsekuensi serius bagi mereka yang memakannya. Ancaman tersebut meliputi:

  • Permusuhan dengan Allah dan Rasul-Nya: Ayat-ayat Al-Quran secara jelas menyatakan bahwa memakan riba adalah bentuk permusuhan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan hukuman spiritual yang sangat berat.

  • Siksa Dunia dan Akhirat: Al-Quran mengancam orang-orang yang memakan riba dengan siksa di dunia dan akhirat. Siksa dunia bisa berupa kerugian finansial, kehancuran reputasi, dan masalah sosial lainnya. Siksa akhirat jauh lebih berat dan akan ditentukan oleh Allah SWT.

  • Penggandaan Dosa: Beberapa ulama menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa memakan riba dapat menyebabkan dosa seseorang berlipat ganda. Hal ini menunjukkan betapa besarnya dampak negatif dari praktik ini.

BACA JUGA:   RIBA Plan of Work 2020: Panduan Detail untuk Manajemen Proyek Arsitektur

Hadis yang Memperkuat Larangan Riba

Selain Al-Quran, Hadis juga secara tegas melarang riba. Rasulullah SAW telah memberikan peringatan keras dan menjelaskan dampak negatif riba, yang memperkuat pesan Al-Quran. Beberapa hadis yang relevan antara lain:

  • Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menggambarkan Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, orang yang memberikan riba, penulis riba, dan dua saksi dalam transaksi riba. Ini menunjukkan keseriusan larangan riba dalam Islam dan siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut.

  • Hadis-hadis lain menggambarkan betapa riba itu dibenci oleh Allah SWT, sampai-sampai Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menjauhi dan meninggalkan riba.

Hadis-hadis ini memperkuat larangan Al-Quran dan memberikan gambaran lebih rinci tentang praktik-praktik yang termasuk dalam kategori riba. Mereka menegaskan kembali perlunya menghindari riba dalam semua bentuknya.

Pertobatan dari Riba

Meskipun larangan riba sangat tegas, Islam juga menekankan pentingnya pertobatan bagi mereka yang telah melakukan praktik ini. Allah SWT Maha Pengampun dan akan mengampuni dosa siapa pun yang bertaubat dengan sungguh-sungguh. Pertobatan yang tulus meliputi:

  • Berhenti Memakan Riba: Langkah pertama dan terpenting adalah menghentikan seluruh praktik riba. Ini berarti menghentikan segala bentuk transaksi yang mengandung unsur riba.

  • Mengembalikan Keuntungan Riba: Jika memungkinkan, seseorang yang telah memakan riba harus mengembalikan keuntungan yang telah diperolehnya kepada pihak yang dirugikan.

  • Bertaubat Kepada Allah SWT: Pertobatan harus dilakukan dengan penuh penyesalan dan tekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ini meliputi doa, istighfar, dan usaha untuk memperbaiki diri.

Pertobatan yang tulus akan mendapatkan ampunan Allah SWT dan membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

Penerapan Hukum Riba dalam Sistem Ekonomi Islam

Dalam sistem ekonomi Islam, larangan riba diimplementasikan melalui berbagai mekanisme, diantaranya:

  • Sistem Bagi Hasil (Mudarabah dan Musyarakah): Sistem ini didasarkan pada prinsip pembagian keuntungan dan kerugian antara pemodal dan pengelola usaha. Ini menghilangkan unsur riba karena keuntungan diperoleh dari kerja keras dan usaha, bukan dari bunga pinjaman.

  • Jual Beli (Bai’): Transaksi jual beli harus dilakukan dengan cara yang adil dan transparan, menghindari segala bentuk manipulasi harga atau eksploitasi.

  • Pinjaman Tanpa Bunga (Qardh): Pinjaman yang diberikan tanpa mengharapkan imbalan atau bunga merupakan bentuk transaksi yang diperbolehkan dalam Islam. Hal ini didasarkan pada prinsip saling tolong menolong dan kepedulian sosial.

BACA JUGA:   Memahami Riba Nasi'ah: Jenis, Dampak, dan Hukumnya dalam Islam

Sistem ekonomi Islam menawarkan alternatif yang etis dan berkelanjutan untuk menghindari riba, mendukung keadilan ekonomi, dan membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Penerapan prinsip-prinsip ini membutuhkan komitmen dan kerjasama semua pihak.

Also Read

Bagikan: