Riba: Perlawanan Allah yang Abadi terhadap Praktik Eksploitatif

Huda Nuri

Riba: Perlawanan Allah yang Abadi terhadap Praktik Eksploitatif
Riba: Perlawanan Allah yang Abadi terhadap Praktik Eksploitatif

Riba, dalam bahasa Arab, merujuk pada praktik pengambilan keuntungan yang berlebihan atau bunga yang tidak adil dari pinjaman uang. Dalam Islam, riba dikategorikan sebagai dosa besar yang diperangi Allah SWT dengan keras. Larangan ini bukan sekadar aturan sosial, melainkan prinsip ekonomi dan moral yang mendalam, yang bertujuan melindungi kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi. Perlawanan Allah terhadap riba terungkap melalui berbagai ayat Al-Qur’an, hadits, dan penjelasan ulama, yang menggambarkan konsekuensi serius dan dampak negatif dari praktik tersebut. Pemahaman komprehensif tentang bagaimana Allah SWT memerangi riba memerlukan pengkajian multi-aspek, mulai dari landasan hukum hingga implikasi sosial dan ekonomi.

Landasan Hukum Larangan Riba dalam Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an secara tegas melarang riba dalam beberapa ayat. Surat Al-Baqarah ayat 275 misalnya, menyatakan: "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena penyakit gila. Yang demikian itu, disebabkan karena mereka mengatakan: "Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba," padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya peringatan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Dan barangsiapa yang kembali lagi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." Ayat ini dengan gamblang menjelaskan keharaman riba dan membandingkan orang yang memakan riba dengan orang yang kerasukan setan, menggambarkan betapa seriusnya dosa ini.

BACA JUGA:   Mengenal Ribas, Adik Farhat Abbas: Lebih dari Sekadar "Adik Artis"

Selain itu, banyak ayat lain dalam Al-Qur’an yang menjelaskan larangan riba dengan berbagai sudut pandang. Beberapa ayat menekankan aspek ketidakadilan dan eksploitasi yang melekat dalam riba, sementara yang lain menjabarkan hukuman bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Semua ayat ini menunjukkan konsistensi dan ketegasan Allah SWT dalam melarang praktik ini.

Hadits Nabi Muhammad SAW juga memperkuat larangan riba. Banyak hadits yang secara eksplisit melarang riba dalam berbagai bentuknya dan memperingatkan akan konsekuensi buruknya. Salah satu hadits yang terkenal menyebutkan bahwa "riba itu memiliki tujuh puluh cabang, yang paling ringan adalah seperti berzina dengan ibu kandung." Hadits ini menunjukkan betapa besarnya dosa riba di mata Allah SWT. Hadits-hadits lain juga menjelaskan berbagai jenis transaksi yang termasuk dalam kategori riba dan menjelaskan cara-cara untuk menghindari praktik tersebut.

Dampak Negatif Riba terhadap Individu dan Masyarakat

Riba tidak hanya merupakan dosa di mata agama Islam, tetapi juga memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap individu dan masyarakat secara luas. Pada tingkat individu, riba dapat menyebabkan ketergantungan finansial, kemiskinan, dan kerugian ekonomi yang besar. Seseorang yang terjerat dalam jeratan riba mungkin akan terus berhutang dan mengalami kesulitan untuk melunasi pinjamannya, karena bunga yang terus bertambah. Hal ini dapat mengakibatkan stres, tekanan psikologis, dan bahkan depresi.

Pada tingkat masyarakat, riba dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkeadilan. Riba cenderung memperkaya kelompok kecil yang menguasai sistem keuangan, sementara itu memperburuk ketidaksetaraan ekonomi dan menciptakan jurang pemisah yang lebih besar antara si kaya dan si miskin. Riba juga dapat mendorong spekulasi dan perilaku ekonomi yang tidak sehat, mengurangi investasi produktif, dan menghambat perkembangan usaha kecil dan menengah. Sistem ekonomi yang didominasi oleh riba sering kali menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan krisis keuangan.

BACA JUGA:   Praktik Riba Al-Nasa' dan Contoh Kasus Konkret dalam Kehidupan Sehari-hari

Strategi Allah dalam Memerangi Riba: Hukum dan Sanksi

Allah SWT memerangi riba bukan hanya dengan melarang praktiknya, tetapi juga dengan menetapkan hukum dan sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Hukum Islam menetapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku riba, termasuk denda, pengurangan harta, bahkan hukuman penjara dalam beberapa kasus. Sanksi ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan melindungi masyarakat dari praktik yang merusak.

Lebih dari sekadar sanksi duniawi, Allah SWT juga mengingatkan tentang sanksi akhirat yang jauh lebih berat bagi mereka yang terus berkeras dengan riba. Ancaman siksa neraka yang abadi menjadi pengingat akan konsekuensi spiritual dari tindakan ini. Strategi Allah SWT dalam memerangi riba ini merupakan kombinasi antara hukum duniawi dan hukum akhirat, yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Alternatif Syariah dalam Sistem Keuangan Islam: Jalan Menuju Keadilan

Islam menawarkan alternatif syariah dalam sistem keuangan yang bertujuan untuk menghindari riba dan menciptakan keadilan ekonomi. Sistem keuangan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, dan kerja sama, dimana keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Beberapa instrumen keuangan Islam yang umum digunakan, antara lain: mudarabah (bagi hasil), musharakah (bagi modal), murabahah (jual beli dengan harga pokok plus keuntungan yang disepakati), dan ijarah (sewa). Instrumen-instrumen ini dirancang untuk menghindari unsur riba dan mendorong praktik ekonomi yang lebih etis dan berkelanjutan. Perkembangan perbankan syariah menunjukkan bahwa sistem keuangan tanpa riba bukanlah hal yang mustahil dan dapat menjadi alternatif yang efektif.

Peran Ulama dalam Memerangi Riba: Pendidikan dan Penerangan

Ulama memiliki peran yang sangat penting dalam memerangi riba. Mereka bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pencerahan kepada masyarakat tentang bahaya dan keharaman riba, serta menjelaskan alternatif-alternatif syariah yang tersedia. Ulama juga berperan dalam mengawasi dan memastikan bahwa praktik-praktik keuangan di masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Peran mereka dalam membentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya menghindari riba sangat krusial dalam upaya membangun sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Melalui ceramah, seminar, buku, dan berbagai media lainnya, ulama dapat menyebarkan pemahaman yang benar tentang riba dan mendorong penerapan sistem keuangan Islam yang lebih luas.

BACA JUGA:   Apakah Bunga Bank Konvensional Termasuk Riba? Sebuah Kajian Mendalam

Perkembangan Perbankan Syariah: Sebuah Bukti Perlawanan Terhadap Riba

Munculnya dan perkembangan pesat perbankan syariah di seluruh dunia merupakan bukti nyata dari perlawanan terhadap riba. Perbankan syariah menawarkan sistem keuangan alternatif yang bebas dari riba dan beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Meskipun masih menghadapi tantangan dan kendala, pertumbuhan perbankan syariah menunjukkan bahwa terdapat minat dan kebutuhan yang signifikan terhadap sistem keuangan yang lebih adil dan etis. Keberhasilan perbankan syariah membuktikan bahwa sistem keuangan tanpa riba adalah mungkin dan dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi yang ditimbulkan oleh sistem konvensional yang berbasis riba. Keberadaan dan perkembangannya merupakan wujud nyata dari upaya memerangi riba dan menegakkan keadilan ekonomi sesuai dengan ajaran Islam.

Also Read

Bagikan: