Riba: Pernyataan Perang Terselubung Terhadap Allah SWT dan Kaum Muslimin

Dina Yonada

Riba: Pernyataan Perang Terselubung Terhadap Allah SWT dan Kaum Muslimin
Riba: Pernyataan Perang Terselubung Terhadap Allah SWT dan Kaum Muslimin

Riba, dalam terminologi Islam, merujuk pada pengambilan keuntungan yang berlebih dari transaksi keuangan tanpa adanya imbalan kerja atau usaha yang sepadan. Lebih dari sekadar transaksi ekonomi semata, riba dalam pandangan Islam merupakan tindakan yang dilarang secara tegas dan dihukumi haram. Larangan ini bukanlah semata-mata aturan sosial, melainkan pernyataan perang terhadap sistem nilai yang dianut Islam, yang berujung pada peperangan melawan kemakmuran, keadilan, dan ridho Allah SWT. Ancaman yang terkandung dalam larangan riba ini bersifat spiritual, ekonomi, dan sosial, yang dampaknya meluas dan berkelanjutan. Pemahaman yang komprehensif mengenai riba sebagai "perang" terhadap Allah SWT dan kaum Muslimin memerlukan analisis yang mendalam dari berbagai perspektif.

Landasan Hukum Riba dalam Al-Quran dan Hadits

Landasan hukum pengharaman riba sangat kuat dan jelas terdapat dalam Al-Quran dan Hadits. Ayat-ayat Al-Quran yang membahas riba secara eksplisit tersebar dalam beberapa surat, antara lain: Al-Baqarah (2:275-280), An-Nisa’ (4:160-161), dan Ali Imran (3:130). Ayat-ayat ini secara tegas mengharamkan riba dan mengancam pelakunya dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Sebagai contoh, dalam QS. Al-Baqarah ayat 275, Allah SWT berfirman (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum diambil), jika kamu orang-orang yang beriman." Kata "bertaqwalah" menunjukkan keseriusan larangan ini dan konsekuensi spiritualnya. Lebih lanjut, ayat-ayat tersebut juga menjelaskan mekanisme riba dan dampak negatifnya terhadap perekonomian dan kehidupan sosial.

BACA JUGA:   RIBA Plan of Work 2013: Panduan Detail untuk Proses Perencanaan Arsitektur

Hadits Nabi Muhammad SAW juga memperkuat larangan riba. Banyak riwayat hadits yang mengutuk praktik riba dan memperingatkan hukuman yang berat bagi pelakunya di dunia dan akhirat. Salah satu hadits yang terkenal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikan riba, yang menulisnya, dan yang menjadi saksi atasnya. Laknat Nabi SAW bukan sekadar celaan, melainkan sebuah ancaman serius yang menunjukkan keburukan riba dalam pandangan Islam. Hadits-hadits lain juga menjelaskan berbagai bentuk riba, baik riba jahiliyyah (riba zaman jahiliyah) maupun riba yang berkembang di masa sekarang.

Dampak Ekonomi Riba: Ketimpangan dan Kemiskinan

Secara ekonomi, riba menciptakan sistem yang tidak adil dan merugikan sebagian besar masyarakat. Riba menyebabkan ketimpangan ekonomi yang signifikan, di mana sebagian kecil orang kaya semakin kaya, sementara sebagian besar masyarakat terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Hal ini terjadi karena sistem riba didesain untuk selalu menghasilkan keuntungan bagi pemberi pinjaman, terlepas dari kondisi ekonomi peminjam. Jika peminjam mengalami kesulitan, mereka akan semakin terlilit hutang dan sulit untuk keluar dari jeratan riba.

Sistem keuangan berbasis riba juga cenderung memperbesar kesenjangan ekonomi antar negara. Negara-negara berkembang yang terlilit hutang luar negeri dengan suku bunga tinggi akan terus mengalami kesulitan ekonomi, sementara negara-negara maju yang menjadi pemberi pinjaman akan semakin kaya. Hal ini memperparah ketidakadilan global dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi internasional. Siklus hutang yang dipicu oleh riba juga dapat menyebabkan krisis ekonomi yang merugikan semua pihak.

Dampak Sosial Riba: Kerusakan Moral dan Hubungan Sosial

Selain dampak ekonomi, riba juga menimbulkan dampak sosial yang negatif. Riba merusak moral dan etika masyarakat, karena mendorong perilaku serakah, manipulatif, dan tidak adil. Riba menyebabkan hilangnya rasa empati dan solidaritas sosial, karena individu lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kesejahteraan orang lain. Hubungan antar manusia menjadi terbebani oleh kepentingan ekonomi semata, sehingga memperlemah ikatan sosial dan komunitas.

BACA JUGA:   Mengupas Tuntas Riba dalam Jual Beli: Apa Benar Ada Unsur Riba dalam Transaksi Al-Fadl dan Al-Yad?

Praktik riba juga dapat memicu konflik dan perselisihan di masyarakat. Perselisihan ini dapat terjadi antara pemberi pinjaman dan peminjam, atau antara kelompok masyarakat yang berbeda yang memiliki akses berbeda terhadap sistem keuangan berbasis riba. Ketidakadilan yang ditimbulkan oleh riba dapat memicu keresahan sosial dan bahkan kekerasan. Dengan demikian, riba bukan hanya masalah ekonomi semata, melainkan juga masalah sosial dan moral yang mengancam keutuhan masyarakat.

Riba sebagai Pernyataan Perang Terhadap Keadilan dan Kemakmuran

Dari sudut pandang Islam, riba merupakan pernyataan perang terhadap keadilan dan kemakmuran. Islam mengajarkan keadilan dan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi. Riba justru menciptakan ketidakadilan dan ketimpangan, dengan merugikan pihak yang lemah dan menguntungkan pihak yang kuat. Islam juga menekankan pentingnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Riba sebaliknya menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan adil, dengan menyebabkan kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Larangan riba dalam Islam merupakan upaya untuk membangun sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan, yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kerja keras, dan kemitraan. Sistem ekonomi Islam yang bebas dari riba diharapkan dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka. Oleh karena itu, perlawanan terhadap riba merupakan bagian dari perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi umat manusia.

Alternatif Sistem Keuangan Syariah: Jalan Menuju Keadilan dan Kemakmuran

Sebagai alternatif terhadap sistem keuangan konvensional yang berbasis riba, Islam menawarkan sistem keuangan syariah. Sistem keuangan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, termasuk larangan riba, dan bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Sistem ini menawarkan berbagai instrumen keuangan yang halal dan sesuai dengan syariat Islam, seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kerja sama usaha), murabahah (jual beli dengan harga pokok dan keuntungan), dan ijarah (sewa).

BACA JUGA:   Riba dalam Islam: Pandangan Syariat, Dampak, dan Pencegahannya

Sistem keuangan syariah tidak hanya menghindari riba, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan etika dalam setiap transaksi. Sistem ini mendorong kemitraan dan kerja sama antar individu dan lembaga, serta memprioritaskan kesejahteraan masyarakat daripada keuntungan semata. Pertumbuhan sistem keuangan syariah di seluruh dunia menunjukkan peningkatan kesadaran akan pentingnya sistem keuangan yang adil dan berkelanjutan, yang bebas dari eksploitasi dan ketidakadilan. Implementasi yang konsisten dan pengawasan yang ketat terhadap prinsip-prinsip syariah menjadi kunci keberhasilan sistem ini.

Menghadapi Tantangan Implementasi Sistem Keuangan Syariah

Meskipun sistem keuangan syariah menawarkan alternatif yang menjanjikan, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang sistem keuangan syariah. Banyak orang masih belum familiar dengan produk dan layanan keuangan syariah, sehingga sulit untuk menarik minat mereka untuk beralih dari sistem konvensional.

Tantangan lain adalah kurangnya infrastruktur dan regulasi yang mendukung perkembangan sistem keuangan syariah. Beberapa negara masih belum memiliki kerangka hukum yang komprehensif untuk mengatur sistem keuangan syariah, sehingga menghambat pertumbuhannya. Selain itu, kurangnya tenaga ahli dan profesional yang terampil dalam bidang keuangan syariah juga menjadi kendala dalam pengembangan sistem ini. Menjawab tantangan ini memerlukan kerjasama antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman, infrastruktur, dan regulasi yang mendukung sistem keuangan syariah.

Also Read

Bagikan: