Riba Yad dalam Praktik Muamalah Sehari-hari: Contoh Kasus dan Analisis Hukum Islam

Dina Yonada

Riba Yad dalam Praktik Muamalah Sehari-hari:  Contoh Kasus dan Analisis Hukum Islam
Riba Yad dalam Praktik Muamalah Sehari-hari: Contoh Kasus dan Analisis Hukum Islam

Riba, dalam ajaran Islam, merupakan praktik yang diharamkan. Salah satu bentuk riba yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah riba yad, yaitu riba yang terjadi karena adanya penambahan nilai atau kelebihan atas pinjaman yang diberikan secara langsung (tunai) dan bukan karena selisih waktu (riba nasi’ah). Meskipun terlihat sederhana, riba yad seringkali terselubung dalam berbagai transaksi sehingga penting untuk memahami contoh-contoh konkretnya agar dapat terhindar dari praktik haram ini. Artikel ini akan membahas beberapa contoh riba yad dalam praktik muamalah sehari-hari, didasarkan pada pemahaman hukum Islam dan referensi yang relevan.

1. Tukar Menukar Barang dengan Selisih Harga yang Tidak Seimbang

Salah satu contoh riba yad yang umum terjadi adalah pertukaran barang dengan selisih harga yang tidak seimbang dan dilakukan secara langsung (tunai). Misalnya, seseorang menukarkan sepeda motornya seharga Rp 10 juta dengan mobil seharga Rp 20 juta, lalu dia menambahkan uang tunai sebesar Rp 10 juta kepada pemilik mobil. Dalam transaksi ini, terjadi penambahan nilai secara langsung (uang Rp 10 juta) sebagai imbalan atas selisih nilai barang yang ditukarkan. Jika nilai tukar tersebut terjadi tanpa penambahan nilai dari pihak manapun dan didasarkan pada kesepakatan harga pasar yang adil, maka hal tersebut diperbolehkan. Namun, penambahan nilai uang tunai dari satu pihak pada saat transaksi ini menunjukkan adanya unsur riba yad.

Beberapa ulama menjelaskan bahwa jenis transaksi ini termasuk riba karena adanya unsur gharar (ketidakpastian) dan adanya unsur penambahan nilai secara langsung. Meskipun transaksi dilakukan dengan barang, namun adanya penambahan uang tunai mengubah transaksi menjadi menyerupai pinjaman dengan tambahan bunga, yang haram menurut hukum Islam. Agar transaksi ini halal, maka penukaran harus dilakukan dengan nilai yang seimbang atau setidaknya dengan mempertimbangkan nilai jual beli pasar yang berlaku. Tidak boleh ada tambahan uang tunai sebagai selisih harga.

BACA JUGA:   Deposito Bank Syariah: Kajian Mendalam tentang Kesesuaiannya dengan Prinsip Syariah dan Potensi Riba

Also Read

Bagikan: